Suasana diskusi tim IRI

Suasana diskusi tim IRI

JAKARTA (PB) :Tim ahli ekonomi Indonesia Raya Incorporated (IRI) pada Selasa (4/4/2017), mengusulkan agar Pemerintah memberi prioritas kepada para pemerintah daerah seluruh Indonesia baik provinsi, kabupaten ataupun kota untuk ikut memiliki saham  Freeport pasca divestasi sebagai langkah awal pelaksanaan sistem ekonomi berdasarkan Pasal 33 UUD 1945.

Dengan langkah ini ada dua tujuan yang ingin dicapai. Pertama, “membumikan” pasal 33 UUD 1945 itu dalam pencapaian kemakmuran sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia melalui usaha bersama, dan kedua adalah kepemilikan saham bersama berdasarkan konsep IRI ini juga untuk menegaskan, sumberdaya alam merupakan alat strategis pemersatu bangsa. Kekuatan asing yang ingin mengkolonialisasi Freeport tidak hanya berhadapan dengan pemerintah pusat tetapi juga akan berhadapan dengan rakyat seluruh Indonesia.

Pernyataan itu diungkapkan tim ahli IRI kepada media terkait dengan divestasi saham Freeport, Selasa (4/4/2017).  Sistem ekonomi IRI diusulkan oleh AM Putut Prabantoro, Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) dan didukung penuh oleh Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD). Konsep IRI ini oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diyakini dapat dilaksanakan dan karena sesuai dengan arahan akan segera dibawa kepada pemerintahan Joko Widodo.

DR Bernaulus Saragih MSc dari Universitas Mulawarman menjelaskan, dikembalikan Freeport ke pemerintah semoga menjadi akhir sebuah polemik dan bukan sebagai awal dari keruwetan baru. Oleh karena itu, pemerintah harus belajar dari pengalaman masa lalu.

“Belajar dari divestasi saham Kaltim Prima Coal, justru negara kehilangan asset yang akhirnya jatuh ke tangan swasta. Pemerintah harus mencegah terjadinya bancakan saham Freeport demi kepentingan nonNegara ataupun NonRakyat.  Konsep IRI sebaiknya diterapkan agar tidak terjadi bancakan saham karena semua pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten atau kota mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran,” ujar Bernaulus Saragih.

Sari Wahyuni MSc Ph.D dari Universitas Indonesia menjelaskan lebih lanjut, kasus Freeport ini merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas terhadap investor asing. Peraturan apapun bisa diubah sejauh untuk kepentingan bangsa Indonesia. Tata kelola Freeport menjadi lebih baik ketika saham divestasi dimiliki oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) sumber ekonomi dan melibatkan dengan penyertaan modal dari pemerintah seluruh Indonesia.

“Ini merupakan momentum yang sangat baik bagi pemerintah untuk memperbaiki kembali kerjasama antara Freeport dan negara Indonesia demi tercapainya kemakmuran rakyat Indonesia.  Di samping itu, Freeport harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak hanya mengekploitasi tetapi juga taat hukum serta peduli terhadap kepentingan pemangku kepentingan terutama pemerintah dan rakyat Indonesia melalui mekanisme IRI,” tegas Sari Wahyuni yang juga Presiden Indonesia Strategic Management Society (ISMS).

Sementara itu, DR Agus Trihatmoko MBA, MM dari Universitas Surakarta menandaskan bahwa, proses pelepasan 51% saham Freeport merupakan momentum  bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sumberdaya alam yang selama ini tidak memakmurkan rakyat Indonesia. Selain dimiliki oleh seluruh pemerintah daerah, saham Freeport juga dijual kepada rakyat yang berKTP Indonesia melalui mekanisme Pasar Saham IRI.

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus dimulai dengan peralihan saham ini. Pemerintah pusat dengan political willnya, sebaiknya memberlakukan konsep IRI untuk kontrak-kontrak pengelolaan Energi dan SDA yang sudah habis,” tegas Agus Trihatmoko.

Prof DR H Werry Darta Taifur MA dari Universitas Andalas, negara itu tidak hanya pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah provinsi, kabupaten, kota dan bahkan desa. Tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah pusat adalah bagaimana mendistribusikan kemakmuran Freeport ini agar ekonomi terbangun secara merata.

“Kalau ingin memperbaiki ketimpangan pembangunan antar daerah dan tidak terperangkap dalam pola yang berlaku selama ini, pemerintah harus mendistribusikan kemakmuran ke daerah dengan aturan yang berkeadilan. Perkawinan BUMN (pusat) dan BUMD (daerah) di sebuah sumber ekonomi yang kemudian melibatkan penyertaan modal dari pemerintah daerah seluruh Indonesia, sebagaimana merupakan konsep IRI, harusnya bukan suatu halangan,” ungkap guru besar Universitas Andalas itu.

Selain keempat akademisi tersebut, tim ahli ekonomi IRI yang lain adalah, Prof Mudrajad Kuncoro PhD (Universitas Gadjah Mada), Prof DR B Isyandi MS (Universitas Riau), Prof DR Ir Darsono MSi (Universitas Sebelas Maret), Prof DR Djoko Mursinto MEc (Universitas Airlangga), Prof Dr Tulus Tambunan (Universitas Trisakti), Prof DR Munawar Ismail DEA (Universitas Brawijaya), Dr Syamsudin (Universitas Muhammadiyah Surakarta), DR D Wahyu Ariani MT (Universitas Kristen Maranatha Bandung), DR Y Sri Susilo MSi (Universitas Atma Jaya Yogyakarta) dan Winata Wira SE MEc (Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepri). (Admin)

 

 

Facebook Comments Box