Lukas Enembe, SIP.MH

Ia sosok yang cerdas, tetapi rendah hati dan tahu berterima kasih. Ia selalu ingat masa lalunya, dan menjadikannya itu pijakan untuk bangkit memimpin rakyat Papua.

Hari ini, Kamis, 27 Juli 2017, hari yang spesial bagi Lukas Enembe, SIP.MH. Pria murah senyum yang saat ini menjadi Gubernur Papua sejak 9 April 2013, merayakan Hari Ulang Tahun (HUT)-nya yang ke-50: Usia Emas. Selamat ulang tahun Lukas. Selamat ulang tahun Bapak Gubernur Papua. Izinkan saya menulis catatan ini di hari bahagiamu.

Merenungi tentang usia adalah merenungi tentang kualitas dan capaian hidup seseorang. Bagi orang Cina, usia menjadi ukuran untuk menilai kebahagiaan. Mereka menjunjung tinggi umur panjang sebagai ukuran kebahagiaan dengan lambang pohon pinus, yaitu sejenis cemara yang tinggi dengan daun seperti jarum dan tetap hijau (ever green). Di Eropa, lambang pohon Natal adalah cemara, melambangkan umur yang panjang dan selalu segar.  Kitab suci Kristiani pun memandang umur panjang dengan pohon zaitun.

Setiap kali mendapatkan ucapan Hari Ulang Tahun, terbersit dalam diri kita sebuah makna usia. Hari demi hari waktu kita berlari tanpa henti, bahkan tanpa kompromi meninggalkan kita.  Penyair Roma berkata, “tempus fugit” yang artinya waktu berlari dengan cepatnya. Dan di tengah waktu yang cepat itulah, sesungguhnya kualitas hidup manusia diasah dan dibentuk. Tak terkecuali, Lukas Enembe.

Ralph Waldo Emerson (1803-1882) penulis Amerika  menulis, “It is not the length of life, but the depth of life” yang berarti hidup ini bukan persoalan berapa lama, tetapi berapa dalam. Kata-kata itu memang sungguh memiliki arti yang mendalam. Kedalaman hidup itu terwujud ketika ketika hidup kita memberi  kontribusi bagi  “dunia”. Maka ketika Lukas, kini telah mencapai usia emas, 50 tahun, pantaslah di sini saya mengorek sedikit, betapa bermakna dan sangat dalam hidup yang telah ia lewati.

Amsal dalam Kitab Suci Kristen menjadi titik tolak permenungan ini. Ia selalu menghubungkan usia manusia itu sejalan dengan kebahagiaan (baca: kekayaan dan kehormatan): “Umur Panjang Di Tangan Kanannya, Di Tangan Kirinya Kekayaan dan Kehormatan.  Jalannya Adalah Jalah Penuh Bahagia,  Segala Jalannya Adalah Sejahtera Semata-Mata (Amsal 3: 16-17).

Lukas Enembe bersama istri dan anaknya

Lukas, di usianya yang ke-50, telah mencapai apa yag ditulis Amsal di atas. Kisah hidupnya sungguh berkesan: datang dari keluarga yang sangat miskin jauh di pedalaman Papua, berusaha sekolah dan kuliah dengan susah payah, hingga berjuang bangkit tunjukkan struggle for life-nya menjadi pemimpin di negerinya sendiri. Dari wakil bupati, bupati hingga gubernur. Dan pantaslah kita semua menghormati Lukas sebagai sosok inspiratif, mendoakannya, dan belajar dari kisah hidupnya, di hari bahagianya ini.

Lukas Enembe lahir di Desa Timo Ramo, Distrik Kembu, Kabupaten Tolikara, 27 Juli 1967. Dalam buku biografinya Seorang Negarawan Dari Honai yang ditulis Sendius Wonda SH, dikisahkan bahwa Lukas hidup di tengah keluarga sederhana, melewati kehidupan penuh penderitaan dan keterbatasan. Setelah tamat SD YPPGI Mamit, Lukas pindah ke Sentani dan melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri I Sentani (1979-1980), lalu masuk ke SMA Negeri 3 Jayapura di Sentani (1983-1984).

Lukas bersama keluarganya di Mamit, Tolikara

Dalam kondisi ekonomi keluarga yang terbatas, Lukas tak patah semangat. Tekadnya sudah bulat untuk kuliah. Maka tahun 1986, ia mengikuti tes seleksi penerimaan mahasiswa baru (Sipenmaru) Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Oleh berbagai alasan, pada Semester IV, Lukas meninggalkan Kampus FKIP di Gorontalo dan pindah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unsrat di Manado pada jurusan Ilmu Politik.

Selama masa studi di Fisipol itulah, Lukas membentuk “Ikatan Mahasiswa Pegunungan Tengah” di dalam wadah IMIRJA (Ikatan Mahasiswa Irian Jaya) Sulawesi Utara. Ide ini muncul ketika Lukas menyadari dirinya dan teman-temannya selalu kesulitan biaya kuliah. Lukas ingin menjadikan IMIRJA sebagai wadah mencari sponsor dana. Dengan kepiawaian yang dimiliki, Lukas mendapat sponsor dari berbagai sumber untuk menyambung kelangsungan studinya dan teman-temannya.

Tahun 1995, Lukas menyelesaikan studinya dengan prestasi yang sangat memuaskan. Ia pun kembali ke Papua dan melewati waktu bersama istrinya, Yulce Wenda dan keluarganya di Doyo Sabron, Kabupaten Jayapura. Sambil menunggu tes penerimaan CPNS, Lukas mengisi waktunya untuk berkebun. Ia membentuk kelompok tani bersama masyarakat Pegunungan Tengah di Sabron dan mengajukan surat permohonan ke Gubernur untuk meminta bibit pertanian. Hasil pertanian itu masih dinikmati hingga sekarang.

Setahun kemudian, Lukas diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ia ingin menjadi dosen Fisipol Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura. Dan sejak pertama mendaftar, ia dikategorikan dalam 21 seleksi dosen tenaga lokal Pemda. Namun Tuhan pu­nya rencana lain. Entah per­mainan siapa, pada saat pengumuman prajabatan, Lukas ditempatkan di Merauke. Keinginan untuk menjadi dosen kandas.

Dengan tabah, Lukas menerima SK penempatannya ke Kantor Sospol Kabupaten Merauke. Selama bertugas di Me­rauke, Lukas dan istrinya aktif dalam pelayanan di Gereja. Kekompakannya dengan jemaat Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) membuat mereka akhirnya mendirikan sebuah gedung gereja sederhana untuk menampung 100 orang.

Sayangnya, Lukas dan istrinya harus berpisah dengan jemaat GIDI. Lukas mendapat tugas baru dari kantor dan Badan Misi untuk melanjutkan studi pada lembaga pendidikan Kristen Cornerstone Australia selama 2 tahun. Jemaat sedih karena merasa kehilangan orang yang sangat mereka kasihi. Tanggal 26 Desember 1998, Lukas dan istrinya pun tiba di International Airport Sydney Australia.

Wabup, Cagub, Hingga Bupati

Sebelum meninggalkan Merauke menuju Australia, Lukas berjanji dalam hati dan menyampaikan janji itu kepada istri tercintanya. Bahwa sekembalinya mereka dari Australia, ia akan menjadi Bupati Puncak Jaya.

Lukas Enembe, sosok yang selalu dekat dengan rakyatnya

Janji Lukas adalah janji yang sungguh-sungguh, keluar dari hati dan imannya. Dan benar! Sekembalinya ia dari Australia 2001, ia langsung ke Puncak Jaya. Namun janjinya menjadi bupati belum terkabulkan. Tuhan memberinya posisi sebagai wakil bupati berpasangan dengan Drs. Eliaser Renmaur. Dalam pemilihan yang dilakukan oleh DPRD Puncak Jaya, 5 Juli 2001, Eliaser dan Lukas terpilih dengan 12 suara dari total 20 suara DPRD. Pada 10 Agustus 2001, Lukas pun dilantik menjadi Wakil Bupati Puncak Jaya (2001-2006) oleh alm. Drs. Gubernur JP Salossa, M.Si.

Selama 4 tahun menjadi wakil bupati, Lukas tampil sebagai pemimpin jujur, rendah hati, aspiratif dan suka menolong rakyatnya. Cara pengelolaan birokrasinya yang kaku pun dipatahkan. Hal ini yang menimbulkan perbedaan pendapat dengan bupati. Oleh pertimba­ngan itu, ditambah lagi keinginannya mencalonkan diri menjadi Gubernur Papua di pentas politik 2006 melalui Partai Demokrat yang dipimpinnya, tahun 2005 Lukas berani mengundurkan diri dari jabatan Wakil Bupati Puncak Jaya.

Sebagai politisi muda dari Pegunungan Tengah Papua, awalnya Lukas yang berpasangan dengan Ahmad Arobi Aituarauw, SE.MM dianggap sebelah mata. Sebab lawan-lawan politiknya lebih senior dan berpe­ngalaman, seperti Barnabas Suebu SH-Alex Hesegem, SE, Drs. John Ibo, MM-Paskalis Kossay, S.Pd.MM, Drh. Constant Karma-Donatus Mote, SE.MM, dan Dick Henk Wabiser-Simon Petrus Inaury.

Namun keputusannya menggandeng pasangan dari kalangan Muslim yang menunjukkan sikap nasionalisnya, membuat Lukas mendapat banyak simpati rakyat. Terbukti, dalam pemungutan suara yang berlangsung 10 Maret 2006, sesuai hasil pleno rekapitulasi KPU Pa­pua, Lukas meraup dukungan suara sebanyak 333.629 suara. Lukas kalah tipis dengan Suebu-Hesegem yang meraih 354.763 suara.

Bahkan, Lukas dan tim suksesnya serta sejumlah kalangan mengakui, sesungguhnya Lukas yang memenangkan Pilkada tersebut. Lukas digagalkan oleh permainan politik kotor. Tetapi apakah kegagalan itu membuat Lukas patah semangat? Tidak!

Tinggalkan kegagalan menjadi gubernur, Lukas pun menatap masa depan dengan mencalonkan diri sebagai Bupati Puncak Jaya tahun 2007. Ia berpasangan de­ngan Drs. Henok Ibo. Lukas tampak jauh lebih percaya diri untuk merebut 98.810 suara pemilih yang tersebar di 16 distrik.

Dan benar. Usai pemungut­an suara, hasil rapat pleno KPUD Puncak Jaya tanggal 4 April 2007 memutuskan bahwa Lukas-Henok menang mutlak meraih suara sebanyak 54.929 (59%) dari 93.046 suara sah yang masuk. Sementara calon-calon lain tertinggal jauh, di mana Drs. Elieser Renmaur-Drs. Daniel B. Wakerkwa 20.579 suara (22%) dan Elvis Tabuni-Paul Tabuni memperoleh 17.538 suara (19%). Lukas pun dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya oleh Gubernur Papua, Barnabas Suebu, SH pada tanggal 28 Juni 2007.

Lukas akhirnya benar-benar memenuhi janji pada dirinya dan sang istri untuk menjadi Bupati Puncak Jaya. Dengan sepenuh hati, Lukas membangun rakyat Puncak Jaya. Berbagai gebrakan pembangunan dilakukannya. Ia menunjukkan keberpihakannya pada rakyatnya dengan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, membangun infrastrukur seperti jalan darat Mulia-Wamena, Bandara dan Lapangan Terbang, perkantoran, sekolah, gereja dan rumah sakit, pemberdayaan ekonomi kerakyatan dengan berbagai bentuk usaha ekonomi, serta perhatian terhadap masyarakat adat, perempuan, pemuda dan agama.

Peradaban Baru: Terispirasi Dari Penderitaan

Lukas adalah penggemar Barack Obama, jauh sebelum presiden kulit hitam pertama Amerika Serikat itu menang dalam Pemilu 2008 lalu. Ada kesamaan sisi kehidupan yang membuat Lukas kagum. Selain itu, karena keduanya sama-sama dibesarkan dalam Partai Demokrat, kendati berbeda negara. Itulah alasan, mengapa Lukas nekat hadir dalam pelantikan Obama.

Lukas Enembe menyapa anak-anak di Bokondini

Pada hari pelantikan Presiden Obama, 20 Januari 2009, Lukas berada di kursi nomor 15, Gedung Capitol. Ia bersama jutaan orang yang telah berkerumun membanjiri National Mall Washington, meng­hadapi temperatur udara yang sa­ngat dingin dengan suhu di bawah nol derajat Celsius, hanya untuk mengambil bagian dalam sejarah Washington.

Seperti Obama, Lukas sungguh menyayangi keluarganya. Bagi Lukas, istri dan anak adalah inspirasi bagi kesuksesannya. Dalam buku Jalan Terjal Anak Koteka Meretas Impian yang ditulis Lamadi de Lamato, Lukas mengisahkan betapa ia sangat mengasihi istri dan anaknya, kendati demi studinya di Manado, ia harus hidup terpisah. Kondisi keterbatasan ekonominya kala itu, dimana ia dan keluarganya hidup menumpang dari rumah ke rumah saudaranya, menyadarkan Lukas bahwa Tuhan selalu membuka jalan di setiap kesulitan. Hingga ia kehilangan anak pertamanya.

“Kami sangat berhutang budi sama mereka. Kami tidak bisa membalas sesuatu apapun buat mereka karena kami tidak punya harta kecuali Tuhanlah yang membalas kebaikan mereka,” tulis Lukas dalam diary­nya dan dimuat dalam buku itu.

Ketika menjadi pejabat, mulai dari wakil bupati hingga menjadi bupati Puncak Jaya, Lukas tak lupa daratan. Semua kenangan penderitaan masa kecilnya, menjalani pendidikan hingga suka duka berumahtangga bersama Yulce, membentuk kecerdasan spiritual dan emosional Lukas. Ia tampil sebagai pemimpin yang murah hati, penyayang, rendah hati dan bersahaja, dan selalu menolong semua orang, tanpa membeda-bedakan ras, agama, suku dan status sosial. Lukas menjadi pribadi yang tahu berterimakasih dan bersyukur pada Tuhan.

Kesamaan lain yang sangat mirip antara Lukas dan Obama adalah perjuangannya yang sangat berani untuk mematahkan stigma rasial. Jika Obama berhasil mematahkan stigma atas orang kulit hitam di Amerika Serikat yang selalu dianggap tak mampu dan terbelakang, demikian pun Lukas di Papua. Lukas tampil di pentas Pilgub bersama Klemen Tinal, SE.MM dan meraih kemenangannya pada Pilgub 2013 ini untuk menunjukkan bahwa anak-anak Pegunungan Tengah Papua yang dianggap tak mampu, ternyata bisa menjadi pemimpin.

“Saya tidak akan sia-siakan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat Papua dan siap membawa mereka ke peradaban baru. Saya tidak ingin rakyat Papua menderita seperti saya. Rakyat harus diberi penghidupan yang layak dan terangkat derajatnya dari kehidupan sebelumnya, itulah peradaban baru yang saya maksud,” ujar Gubernur Lukas.

 Lukas: Sosok Solider dan Cinta Rakyat

Dalam tradisi Kristen, kita mengenal sosok Lukas Sang Penginjil (Ibrani: לוקא; Yunani: Λουκάς Loukás). Ia adalah salah seorang pemimpin pertama umat Kristiani yang oleh tradisi Gereja diyakini sebagai penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Lukas berdarah Yunani, lahir di kota Antiokhia. Dalam sejarah Kekristenan awal, Lukas dihormati sebagai santo pelindung para dok­ter dan ahli bedah, dimana hari perayaannya ditetapkan tanggal 18 Oktober.

Catatan awal mengenai Lukas ada di dalam dokumen Kata Pengantar Anti-Marsion Injil Lukas. Dokumen itu menegaskan bahwa Lukas berasal dari Antiokhia dan berprofesi sebagai seorang dokter. Ia menjadi seorang murid dari para rasul dan kemudian mengikuti Paulus hingga kemartirannya. Setelah melayani Tu han se cara terus-menerus, ia me milih hidup selibat tanpa anak dan di penuhi dengan Roh Kudus.

Terdapat cara pandang khas yang ditemukan dalam diri Lukas tentang cara mengisahkan kehidupan Yesus. Kekhasan itu terletak pada kon­sistensi dan tendensiusnya Lukas dalam mengisahkan kemanusiaan Yesus, kepedulian dan solidaritas Yesus terhadap orang-orang sakit, orang-orang miskin (anawim), serta orang-orang yang dianggap berdosa, tak mampu, dan terbelakang oleh stigma lingkungan sosial di masa itu. Lukas juga mengangkat kepri­hatinan Yesus yang melahirkan keberanian-Nya melawan aturan demi menyelamatkan manusia. Tak lupa, ajakan untuk mengasihi semua musuh.

Cara Lukas mengisahkan Injilnya sangat menekankan solidaritas Yesus atas umat manusia. Soli­daritas itu dipenuhi Yesus dalam pengorbanan Paskah dengan mati di kayu salib sebagai bagian dari rencana penyelamatan Allah. Hal ini mencermikan keberpihakan seorang Lukas terhadap masalah penderitaan, kemiskinan, kesaki­tan, dan stigma sosial yang selama itu terpelihara dalam masyarakat.

Lukas Enembe menggendong salah seorang bayi di Tiom, Lanny Jaya

Tanpa mengagung-agungkan atau mengkultuskan, saya ingin menarik benang merah sosok Lu­kas sang penginjil dengan Lukas Enembe. Benang merah itu ada pada kasih, kebaikan dan solidaritas terhadap rakyat kecil yang tak mampu secara ekonomi, dan kelompok yang terstigma so­sial sebagai yang terbelakang. Bagi saya, karakter inilah yang membe­dakan Lukas Enembe dengan pemimpin Papua lainnya, hingga ia mudah meraih kemenangan dalam Pilgub Papua bersama Klemen Tinal, 29 Januari 2013 lalu.

Kemenangan Lukas men­gajarkan cara berpolitiknya yang mengedepankan kebaikan, kasih dan solidaritas. Prinsip kebaikan bersama (bonum commune) yang ditanam kepada rakyat, bagi Lukas merupakan garansi utama membangun ke percayaan rakyat. Dan prinsip kebaikan itu berlandas pada falsafah tanam tuai. Siapa yang me­nabur benih, ia yang menuai hasil. Prinsip kebaikan juga mengekalkan hubungan antara konstituen dan pemimpin dalam sebuah rumah persaudaraan yang tulus. Di da­lamnya, pertolongan tanpa pamrih di saat yang tepat, dikedepankan. Kasih putih untuk memberi, diarusutamakan.

Prinsip kebaikan dalam diri Lukas serentak memandang lawan politik sebagai kawan, saudara dan rekan kerja. Ketika pesta demokrasi usai, Lukas tampil dalam berbagai kesempatan, mengajak para se­niornya untuk bersatu, tanggalkan perang urat syaraf di media, ber­gandeng tangan sehati sepikiran mendukung dia guna membangun Papua. Sebab kebaikan itu mem­buka setiap jiwa yang putih untuk senantiasa melihat perkawanan melampaui ambisi dan kepentingan diri. Kebaikan mengontrol hati agar senantiasa merunduk tunduk di atas kemenangan yang besar yang dicapai.

Lukas untuk Papua. Spirit ini selalu digaungkan Lukas di tengah rakyat. Tanggal 9 April 2013, sejarah sudah tertoreh. “Aku akan membangun Papua secara radikal. Saya datang dari keluarga yang susah. Masa dari tahun ke tahun, Papua begini terus?”, demikian kata-kata Lukas.

Segudang Prestasi Lukas

Sudah empat tahun tiga bulan, Lukas Enembe memimpin Papua. Bersama Klemen Tinal, ia telah melakukan berbagai program terobosan fenomenal pro rakyat sebagai tiang penopang visi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera. Setelah empat tahun kepemimpinannya, Papua kini sudah bangkit dan berhasil dalam pembangunan, seperti keberhasilan pembangunan baik di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian rakyat dan infrastruktur

“Sebab kita sudah melewati tiga fase sebelumnya. Makanya di sisa satu tahun kepemimpinan saya canangkan fase pembangunan menuju kesejahteraan. Dengan tema bersama rakyat, melanjutkan karya, memantapkan kemandirian melanjutkan kesejahteraan rakyat Papua,” ujar Lukas saat memberikan sambutannya pada upacara bendera memperingati empat tahun kepemimpinannya bersama Wakil Gubernur, Klemen Tinal, di Halaman Kantor Gubernur Dok II jayapura¸ Senin, 10 April 2017.

Di usia empat tahun kepemimpinannya, sejumlah prestasi telah ditorehkan Gubernur Lukas dan Wagub Klemen. Hal ini paling utama terasa di bidang peningkatan sumber daya manusia. Melalui intervensi serius di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi, Lukas berhasil meningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua, yang pada 2013 sebesar 56,25, naik di tahun 2014 menjadi 56,75 dan tahun 2015 menjadi 57,25. Sementara usia harapan hidup di tahun 2013 sebesar 64.76, naik di tahun 2014 menjadi 64.84 dan tahun 2015 65.09 dengan target 65.61 (capaian 99.21 persen).

“Angka kematian ibu yang meninggal akibat melahirkan juga luar biasa. Kita lihat di sini tahun 2013 ketika saya menjadi gubernur jumlahnya 535/100 ribu orang Papua mati karena melahirkan. Sekarang kita sudah tekan 79,87 persen. Jadi dari 500 kematian itu yang melahirkan pada saat lahir mengalami penurunan 79 persen di tahun ini. Untuk angka kematian bayi juga luar biasa di tahun 2013 yakni 100 ribu kelahiran yang hidup itu 54 orang anak yang mati.  Kita sempat turunkan hingga 8 persen di tahun 2014. Kemudian di tahun 2015  naik jadi 44 persen. Tahun 2016 turun menjadi 7 persen. Ini angka kematian bayi dari 100.000 ibu yang melahirkan. Jadi ini luar biasa peningkatannya kita capai hampir 300 persen,” kata Lukas.

Salah satu hal penopang adalah layanan Kartu Papua Sehat (KPS) mencapai 100 persen, dalam artian jumlah layanan KPS di tahun 2015-2016 sebanyak 2.070.392 orang. Selain itu Dinkes juga sudah mendistribusikan KPS ke 29 kabupaten/kota sebanyak 1.174.907 kartu.

Di bidang pendidikan, terjadi peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) hingga 70.83 persen, dengan tingkat capaian hingga 78.70 persen. Sementara itu untuk angka partisipasi sekolah juga menunjukkan hasil yang luar biasa. Pada usia 7-12 tahun itu naik di tahun 2015 mencapai 97,36 persen. Kemudian di usia 13-15 tahun itu 100 persen. Selanjutnya usia 16-18 tahun mencapai 91,51 persen atau naik 60 persen menjadi 115 persen.

Lukas dan Klemen juga berhasil meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan APBD Provinsi Papua. Tercatat pada tahun 2016 PAD Papua mencapai Rp. 982.047.103.154 atau meningkat secara signifikan mulai dari tahun 2013 sebesar Rp.512.034.309.000, tahun 2014 Rp.927.253.691.000 dan tahun 2015 Rp.912.908.312.259.

Sementara untuk APBD setiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2013 sebanyak Rp.8.397.158.332.245, tahun 2014 sebesar Rp.10.709.818.949.527, tahun 2015 sebesar Rp.11.987.595.808,455 dan tahun 2016 sebesar Rp.12.350.729.994.479.

Sektor ini ditopang juga oleh komitmen Lukas dalam pengelolaan keuangan yang benar sehingga berhasil menorehkan sejarah bahwa untuk pertama kalinya di masa kepemimpinannya, Provinsi Papua mampu meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) murni dari Badan Pemeriksa Keuangan RI untuk Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah (LKPD) tahun 2015, 2016 dan 2017.

Lukas sangat memahami jeritan rakyat Papua yang ada di balik gunung dan lembah, dimana ia pernah merasakan penderitaan yang sama. Maka ketika ia menjadi gubernur, sejumlah kebijakan fenomenal dilakukannya untuk menolong rakyatnya. Pertama-tama, mengubah alokasi Dana Otsus 80 persen untuk kabupaten dan 20 persen untuk provinsi. Baginya, rakyat Papua ada di kampung-kampung. Dari jerit tangis merekalah, Dana Otsus itu hadir, dan sepantasnyalah mereka menikmatinya.

Demi tegaknya harga diri dan hak orang Papua, Lukas berjuang hingga Papua dipercayakan menjadi Tuan Rumah PON XX Tahun 2020, menolak transmigrasi, memperjuangan pembangunan smelter Freeport hingga berhasil memenangkan perkara pajak air permukaan melawan Freeport, dimana sudah sepatutnya perusahaan tambang emas raksasa itu membayar hak Pemprov Papua, haknya rakyat Papua.

Lukas Enembe, sosok pemimpin yang berani. Ia tulus, lurus, apa adanya dan mencintai rakyatnya sepenuh hati. Rakyat Papua harus bangga memiliki sosok pemimpin seperti Lukas. Mari kita berdoa agar Lukas selalu sehat untuk terus bekerja melayani rakyat. Selamat ulang tahun Lukas. Vivat ad multos annos, ad summam senectutem! Semoga panjang umur mencapai usia tertuamu. (Gusty Masan Raya)

 

Facebook Comments Box