Anak-anak di Unurum Guay saat mandi di kali. Air di kali ini pun dikonsumsi warga untuk memasak dan minum.

Sepanjang medio hingga akhir Juli 2017, sebanyak 22 warga di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Papua, terserang diare beruntun. Salah satu di antaranya meninggal. Apa sesungguhnya penyebab kasus ini?

Sabtu, 5 Agusus 2017, Direktur Eksekutif Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP), Aloysius Giyai, M.Kes mengutus tim terdiri dari Darwin Rumbiak, Kamelus Logo, Musa Abubar, dan Marthen Tabi untuk melakukan pemantauan langsung ke Puskesmas Unurum Guay. Tim yang turun sekaligus mengecek kondisi lingkungan di beberapa rumah warga yang terserang diare.

Mendengar nama Distrik Unurum Guay seakan membawa kita ke wilayah Amerika Latin. Nama yang unik. Distrik ini terletak sekitar 120 kilometer dari Kota Sentani. Ia berada di bagian Barat Kabupaten Jayapura yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sarmi. Tim yang turun dengan mobil Avanza silver pagi itu bergerak dari Kantor UP2KP Jalan Baru jam 8 pagi dan tiba jam 11 pagi di Unurum Guay.

“Sesudah tiba, kami langsung menuju puskesmas setempat untuk bertemu kepala puskesmas guna mendengar penjelasan dan mengambil data di puskesmas terkait kasus,” kata Kepala Bidang Respon Emergenzi UP2KP Darwin Rumbiak yang memimpin tim kepada Papua Bangkit.

Tim UP2KP bersama anak-anak d Kampung Wurusan Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura

Berdasarkan laporan dan informasi yang diterima UP2KP, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, Khairul Lie mengatakan bahwa kasus diare ini terjadi di area perusahaan Rimba Matoa Lestari (RML), dimana penyebabnya diduga dari sumber air untuk karyawan yang berasal dari waduk yang tidak higienis. Kasus diare yang menyerang 22 warga di Unurum Guay itu mulai terjadi pada 18 Juli 2017.

Tim UP2KP tiba Pkl. 11.00 setelah menempuh perjalanan tiga jam lamanya. Kepala Puskesmas Unurum Guay, Yahya Bolkaway, sangat welcome menerima tim di ruang kerjanya. Yahya masih muda. Tetapi semangat, dedikasi dan kinerjanya sangat tinggi dalam pelayanan kesehatan. Ia cepat dan responsif. Kepada Tim UP2KP, Yahya bercerita panjang lebar mengenai kronologi kasus diare yang menimpa 22 warga di distrik itu.

“Ada 22 kasus diare di Unurum Guay, itu bukan kematian, yang kami tangani dari tanggal 18 Juli 2017 satu kasus rawat inap di puskesmas karena diare, kami kan mengikuti kasus itu terus,” kata Yahya.

Selanjutnya, pada 22 Juli 2017, datang lagi 1 pasien dengan kasus diare untuk dirawat di Puskesmas Unurum Guay. Pasien itu, kata Yahya, bukan masyarakat asli setempat. Ia non Papua yang bekerja di perkebunan kelapa sawit milik perusahaan Rimba Matoa Lestari (RML). Kemudian, pada 25 Juli 2017 datang lagi 6 pasien ke puskesmas dengan kasus diare.

“Dari situ kita curigai bahwa ini kemungkinan besar ada wabah. Karena itu, pada 25 Juli itu, siang-siang kami dari puskesmas berinisiatif untuk turun langsung ke wilayah perusahaan RML. Saat kami turun dan cek dari rumah ke rumah, kami dapat 8 orang penderita diare. Sambil, kami juga melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan,” ujarnya.

Tim UP2KP saat berdialog dengan Kepala Puskesmas Unurum Guay, Yahya Bolkaway

Menindaklanjuti kasus itu,  Yahya dan Tim Puskesmas Unurum Guay kembali turun lapangan dan melakukan pelayanan di area perusahaan RML. Pada 28 Juli 2017, datanglah 1 pasien dengan kasus diare yang sama. Kemudian pada 31 Juli 2017, tercatat 2 pasien dengan kasus diare datang lagi ke puskesmas untuk dirawat.

“Akhirnya, saya kontak ke Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura dan mengatakan bahwa di wilayah kami ini ada peningkatan kasus diare. Maka pada 31 Juli 2017, datanglah orang Dinkes Kabupaten Jayapura, tapi kami sudah mendahului ke sana,” ujar Yahya.

Menurut Yahya, Dinkes Kabupaten Jayapura yang datang bersama puskesmas, melakukan kunjungan dari rumah ke rumah warga di wilayah perusahaan RML hingga didapatlah 6 pasien diare yang baru. Selain kunjungan, mereka juga melakukan pengobatan terhadap pasien diare dan warga lainnya di areal perusahaan.

“Satu orang bayi yang meninggal itu datang berobat di puskesmas pada 25 Juli 2017, meninggalnya di tanggal 28 Juli 2017 di rumah. Kami sempat menahan pasien untuk dirawat di puskesmas tetapi keluarganya tidak mau dan bawa pulang. Kasihan akhirnya meninggal. Itu anak dari orang yang bekerja di perusahaan RML,” katanya.

Diduga Karena Konsumsi Air Hujan?

Kendati demikian, teka-teki penyebab kasus diare belum juga terjawab hingga Sabtu, 5 Agustus 2017 itu. Kecurigaan pada air yang dikonsumsi warga menjadi penyebab utama.

Yahya mengaku, pada 1 Agustus 2017, petugas kesehatan dari Dinkes Kabupaten Jayapura datang untuk mengambil sampel air guna diperiksa di laboratorium. Namun hingga hari ini, hasil pemeriksaan belum ada.

“Jadi hingga kini penyebab utama diare di Unurum Guay belum diketahui. Puji Tuhan kasus diare sudah ditangani, belum ada warga yang datang berobat lagi dengan kasus diare yang sama,” tambah dia.

Penyebab diare memang belum diketahui. Namun kebiasaan warga mengkonsumsi air yang tidak bersih, menjadi salah satu dugaan kuat penyebabnya. Warga yang berdomisili di Distrik Unurum Guay, Sentani, Kabupaten Jayapura memang kesulitan mendapatkan air bersih.

“Kami kesulitan dapat air bersih jadi kami pakai air hujan, tapi kalau panas dan tidak hujan maka masyarakat mengambil air sumur yang digali didekat kali berwarna kabur,” kata Martina Supra, salah satu warga Kampung Wurusan, Distrik Unurum Guay.

Menurut dia, sungai/kali yang  mendekati sumur yang digali oleh masyarakat tidak steril. Masyarakat selalu membuang sampah dan kotaran ke sungai itu. Sungai tersebut berwarna coklat dan penuh lumpur, sumur yang digali warnanya coklat karena dampak dari sungai.

“Air warna begitu tapi mau bagimana lagi, kami kesulitan dapat air bersih jadi terpaksa kami gunakan air sumur itu untuk masak, minum, dan juga untuk mencuci pakaian,” ujarnya.

Martina menuturkan, kotoran dari cucian air itu kembali ke sungai yang berada dekat sumur. Masyarakat juga sering menggunakan air sungai karena air sumur kering.

“Air sumur dan sungai sebenarnya tidak layak karena cucian dari rumah mengalir ke sumur dan sungai tapi kami ambil lagi untuk pakai karena sudah tidak ada air,” ujarnya.

Hal ini diakui Kepala Puskesmas Unurum Guay Yahya Bolkaway. Yahya bilang, warga didaerah itu kesulitan mendapatkan air bersih. Warga setempat hanya bergantung pada air hujan. Jika tidak turun hujan maka warga terpaksa mengkonsumsi air sungai yang sebenarnya tidak layak dikonsumsi.

“Kami juga kalau sudah tidak ada air terpaksa kami gunakan air sungai. Memang jijik karena sangat kotor dan dari segi kesehatan sangat kotor tidak layak, tapi mau bagimana lagi? Kami terpaksa gunakan karena tidak ada air,” ujarnya.

Lalu apa kesimpulan Tim UP2KP? Setelah mendengar informasi akurat dari kepala Puskesmas Unurum Guay, tim bergerak mendatangi belasan rumah warga di Kampung Wurusan. Kondisi yang diceritakan terpantau persis dengan fakta di lapangan. Di kali yang juga menjadi satu-satunya sumber air bagi warga setempat, Tim UP2KP juga mendapati anak-anak mandi disertai membuang kotoran. Sebagian ibu-ibu mencuci pakaian. Kali ini seperti mata air, dimana jika hujan tidak turun, masyarakat terpaksa mengkonsumsinya.

Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Jayapura sudah membantu masyarakat di Unurum Guay untuk menyediakan toilet di setiap rumah. Hanya saja, tidak ada tempat penampung air hujan yang disiapkan bagi warga di setiap rumah yang dapat menampung air lebih sehat untuk diminum, mencuci dan membuang kotoran pada tempatnya.

“Kita sependapat, dugaan kuat penyebab diare adalah warga mengkonsumsi air kali yang sangat tidak layak. Juga   mengkonsumsi air hujan pun tidak sehat karena mengandung zat asam yang tinggi. Tapi tentu saja harus dipastikan dengan uji sampel air di laboratorium. Pemkab Jayapura harus merespon segera untuk menyediakan air bersih bagi warga di distrik ini,” ujar Darwin Rumbiak yang juga Kepala Bidang Respon dan Emergensi UP2KP.

Anggota tim lain, Marthen Tabi mengatakan, kemungkinan lain yang memicu diare yang dialami masyarakat Unurum Guay adalah lingkungan tempat tinggal warga di distrik itu tidak sehat. Kondisi ini dapat memicu terjadinya penyakit diare, penyakit kulit dan juga penyakit lainnya.

“Berarti ada masalah dalam Pola Hidup Bersih dan Sehat masyarakat. Butuh perhatian Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura segera untuk penyuluhan.,” kata Marthen.

Patut diakui, diare akibat buruknya sanitasi dan PHBS menjadi salah satu kasus yang serius di Papua. Riset kesehatan dasar 2015 di Provinsi Papua  menyebutkan, sebanyak 30 ribu lebih kasus bisa terjadi selama setahun. Butuh kepedulian seluruh stakeholder di bidang kesehatan agar bersama-sama warga mencegah terjadinya diare sewaktu-waktu. (Gusty/Musa)

 

Facebook Comments Box