Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST.MT resmi dilantik menjadi Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Prof H Muhammad Nasir, Ph.D.Ak di Gedung Auditorium Dikti Senayan, Jakarta, Kamis, 14  September 2017.

Apolo dilantik setelah pada pemilihan rektor di Gedung Rektorat Uncen Kampus Waena, Senin, 4 September 2017, ia berhasil meraih 38 suara dari total 55 suara anggota senat. Ia mengungguli dua calon lainnya, Prof. Drs. Agustinus Fatem MT yang meraih 13 suara dan Dr. Marthinus Solossa SH, M.Hum, yang mendapatkan 4 suara.

Apolo Safanpo lahir di Agats, Kabupaten Asmat, 24 April 1975. Lulusan Universitas Sebelas Maret-Solo ini memulai karir kepemimpinannya di Uncen pada tahun 2004 saat ia dipercayakan menjadi Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Karirnya makin menanjak, ketika pada tahun 2006-2012 ia menduduki jabatan sebagai Pembantu Dekan III  Fakultas Teknik, kemudian menjadi Dekan Fakultas Teknik Uncen pada 2012-2006, dan akhirnya terpilih menjadi rektor tahun 2017 ini.

Apolo Saat dilantik menjadi Rektor Uncen.

“Kami akan melakukan evaluasi terhadap tata kelola lembaga secara umum dan secara khusus terhadap sistem akademik dan kemahasiswaan dalam program 100 hari ke depan. Hasil evaluasi itu akan dijadikan dasar dalam memetakan program prioritas untuk empat tahun ke depan,” kata Apolo usai pelantikan.

Jiwa kepemimpinan Apolo sudah tertanam sejak kecil. Saat di bangku SD YPPGI Agats Asmat, SMP YPPK St. Yohanes Permandi Agats Asmat, hingga SMA YPPK Tharuna Dharma Jayapura, ia selalu dipercayakan sebagai Ketua OSIS.

”Di SMA, teman-teman memberikan kepercayaan kepada saya untuk 2 tahun menjadi ketua OSIS. Saya orang pertama yang menjadi ketua OSIS 2 tahun. Lalu di Asrama Tunas Harapan saya juga jadi ketua asrama. Jadi sudah terbiasa memimpin,” kisah Apolo.

Apolo Saat diambil sumpah jabatannya sebagai Rektor Uncen.

Namun selama kuliah di Universitas Sebelas Maret-Solo, Apolo mengaku tidak banyak terlibat dalam organisasi. Ia fokus belajar. Hanya dua organisasi yang diikutinya yakni PMKRI dan KMK, yang turut menempa bakat kepemimpinanya. Setelah selesai kuliah dan kembali ke Jayapura, Apolo ikut menginisiasi lahirnya organisasi Ikatan Cendekiawan Katolik Papua (ICAKAP).

Sukses Apolo menjadi inspirasi anak muda Papua. Bahwasannya di usianya yang baru 42 tahun, terbilang muda, ia mendapat amanah untuk memimpin universitas tertua dan terbesar di Tanah Papua ini. Tapi ia tidak lantas membusung dada. Datang dari keluarga sederhana, Apolo tetap tampil bersahaja, ramah dan rendah hati.

“Banyak duka dan kesulitan yang terlewatai. Saat masih kelas 2 SD, mama saya meninggal. Bapa saya tentara. Saya lebih banyak tinggal dengan kakek nenek. Kadang untuk biaya beli buku saja susah, apalagi biaya sekolah. Tapi untung sekolah di yayasan Katolik, Gereja beri keringanan,” ujarnya.

Bersama istri tercinta, berfoto dengan Uskup Jayapura, Mgr.Leo Laba Ladjar, OFM.

Berkat tekadnya untuk maju, Apolo yang rajin belajar dan disiplin mengikuti pelajaran selalu mencetak prestasi akademik terbaik sejak SD hingga SMA. Ia selalu juara di kelasnya. Bahkan, saat berada di semester 4 Universitas Sebelas Maret-Solo, ia sudah dipercayakan menjadi asisten dosen untuk empat mata kuliah, di antaranya Mekanik Fluida dan Konstruksi Bangunan Air. Lulusan Magister Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (2002) dan Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang (2016) memang sejak kuliah tertarik mempelajari dan meneliti konstruksi bangunan air dan bertekad meraih profesornya di bidang ini.

“Saya percaya, walaupun kita datang dari daerah yang sulit dan terpencil dengan fasilitas dan tenaga pendidik yang terbatas,  tetapi kalau kita belajar sungguh-sungguh, kita bisa meraih prestasi seperti teman-teman kita di kota,” ucap Apolo.  (Gusty Masan Raya)

 

FOKUS TATA SISTEM AKADEMIK DAN BINA MAHASISWA

Sebagai rektor yang baru, di pundak Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST.MT, segenap civitas akademika Universitas Cenderawasih menaruh harapan besar akan kemajuan perguruan tinggi pertama dan terbesar di Tanah Papua ini. Apa saja visi misi atau program kerja Apolo untuk mengembangkan dan memajukan Uncen ke depan? Pemimpin Redaksi Majalah Papua Bangkit, Gusty Masan Raya, berkesempatan berbincang-bincang dengan Apolo di kediamannya, Minggu, 17 Desember 2017. Berikut petikan wawancaranya.

Saat melayani wawancara di kediamannya.

Proficiat atas pelantikan Bapak sebagai Rektor Uncen. Apa perasaan Bapak ketika dilantik tanggal 15 September lalu?

Rasa haru dan bangga karena bisa terpilih sebagai rektor di Perguruan Tinggi, tertua dan terbesar di Papua ini. Rasa haru itu bercampur tanggung jawab besar ke depan. Bukan hal yang mudah karena di pundak rektor itu ada beban yang berat, beban tanggungjawab yang harus dijaga. Kalau sedikit saja rektor melakukan kesalahan, maka seluruh dosen akan malu, seluruh mahasiswa akan malu karena rektornya seperti itu. Dibutuhkan kehati-hatian, dibutuhkan masukan dan saran dari semua pihak ikut membantu menjaga Uncen sebagai lembaga pendidikan bagi anak-anak Papua. Kemajuan universitas ada di tangan rektor.

Bapak terpilih dengan 38 suara dari 55. Artinya menang 60% lebih. Kira-kira apa strategi Bapak meyakinkan anggota Senat untuk memilih Bapak?

Jadi begini tata cara pemilihannya. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri dan statuta bahwa yang memiliki hak suara untuk memilih seorang rektor adalah anggota senat. Anggota senat universitas itu terdiri dari rektor, para pembantu rektor, para dekan, wakil dosen dari setiap fakultas, dan wakil guru besar dari setiap fakultas. Jumlah mereka itu sekitar 38 senat, sedangkan menteri sendiri punya suara 35%. Jadi kalau menteri plus senat sama dengan 55. Sebelum anggota senat dan menteri memberikan dukungan suara itu, para kandidat diberi kesempatan untuk menyampaikan visi dan misinya. Tapi saya pribadi melihat bahwa penilaian terhadap visi-misi itu persentasenya kecil untuk meyakinkan pemilih. Lebih banyak karena mereka yang memilih karena kita sudah saling mengenal, apa sepak terjang dan karya kita.

Gerbang Kampus Uncen Waena.

Omong-omong, bisa Bapak kisahkan sejarah singkat Uncen dan kondisi hari ini?

Universitas Cenderawasih atau Uncen ini berdiri sejak  tanggal 10 November 1962 dengan Keputusan Presiden Soekarno. Sementara Papua secara resmi menjadi bagian dari NKRI itu tahun 1969 setelah Pepera. Artinya, 7 tahun sebelum Papua masuk menjadi  bagian NKRI, Uncen sudah ada. Jadi, Uncen adalah institusi resmi Pemerintah Indonesia yang pertama dan tertua di Tanah Papua. Itu sebagai nilai tawar Pemerintah Indonesia terhadap Belanda di PBB bahwa Indonesia sudah melayani dan berkarya di Papua melalui Universitas Cenderawasih. Pada saat itu, belum ada lembaga-lembaga pemerintah seperti desa, kecamatan, kabupaten, provinsi itu belum ada, kantor pemerintahan pun belum ada tapi Uncen sudah ada. Para pendahulu kami membangun Uncen itu dengan susah payah sehingga pada zaman kepemimpinan rektor Bapak Wospakrip Uncen boleh dikata mencapai masa kejayaan, sebelumnya sudah ditata terlebih dahulu oleh bapak Agus Kafiar.

Namun belakangan itu berbagai stigma negatif dialamatkan kepada Uncen akibat dari berbagai permasalahan internal dan eksternal yang kami hadapi. Masalah ini seperti benang kusut, kita tidak tahu mulai dari mana untuk menyelesaikannya. Pada saat terjadi suksesi pergantian rektor itu, hampir satu hari itu 2-3 kali kampus kami dipalang. Berbagai demonstrasi dilakukan di Uncen mengakibatkan aktivitas perkuliahan dan kegiatan akademik lainnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari situ, para dosen, terutama para guru besar, pegawai, dan mahasiswa semua ikut prihatin dengan keadaan Uncen dan berpikir sama-sama bagaimana cara mengembalikan reputasi Uncen di Tanah Papua dan di tingkat nasional, dimana dibutuhkan seseorang yang kepadanya bisa diberikan kepercayaan untuk berdiri di depan sebagai gerbong untuk kita bersama-sama membawa Uncen keluar dari berbagai permasalahan yang ada.

Mungkin Bapak jelaskan sedikit, apa kira-kira visi-misi Bapak sebagai Rektor dalam memajukan Uncen ke depan?

Dalam pemaparan visi dan misi saya jelang pemilihan, saya menyampaikan bahwa saya akan memberikan perhatian dan waktu yang lebih kepada dua hal yakni Program Pembinaan Kemahasiswaan dan Program Penataan Sistem Akademik.  Jadi, saya mengajak semua pembantu rektor, semua dekan untuk kita sama-sama memberikan perhatian yang lebih kepada kedua hal ini tanpa mengurangi frekuensi kinerja di bidang yang lain. Belakangan ini lembaga ini diberi stigma-stigma negatif. Kadang berbagai kendala internal dan eksternal itu akhirnya disuarakan oleh mahasiswa karena mahasiswa merasa ada gap antara dosen sebagai guru dan orang tua dengan mahasiswa sebagai anak didik.

Salah satu tindakan riilnya?

Iya, saya memulainya dengan memulihkan dan menciptakan suasana akademik di dalam kampus. Suasana akademik yang saya maksudkan adalah kampus yang aman dan nyaman sehingga aktivitas akademik itu bisa berjalan dengan baik. Beberapa waktu belakangan ini memang kampus kami tidak aman. Ada manusia bertopeng yang selalu mengganggu mahasiswa, dosen, maupun pegawai bahkan sering melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti perampokan dengan kekerasan, pencurian sarana-sarana pendidikan di dalam fakultas-fakultas.  Hal ini tentu membuat orang tidak betah untuk bekerja di kampus. Dengan dukungan dari berbagai masyarakat kita berusaha untuk memulihkan, mengembalikan supaya menciptakan suasana yang kondusif di dalam kampus sehingga anak-anak kita bisa belajar dengan baik. Setelah saya dilantik, saya selalu turun ke lapangan. Saya selalu di kampus jam 7.30 pagi dan pulang jam 19.30 malam.

Demonstrasi mahasiswa Uncen 26 Mei 2016 yang menolak aksi pemalangan kampus yang dilakukan kelompok mahasiswa lainnya.

Terkait kenyamanan, belakangan mahasiswa sering melakukan demonstrasi dan memalang kampus sehingga aktivitas perkuliahan lumpuh. Apa sikap Bapak atasi hal ini?

Dalam pemaparan visi misi saya saat pencalonan, saya sampaikan bahwa demonstrasi adalah cara terakhir untuk menyampaikan aspirasi apabila saluran-saluran demokrasi semua tersumbat. Demonstrasi boleh dalam konteks demokrasi,  tapi tidak dibenarkan dan diperbolehkan adalah memalang kampus. Saya katakan bahwa saya tidak melarang demonstrasi tapi saya tidak mau kampus saya dipalang karena anak-anak saya mau belajar. Oleh karena itu, boleh demonstrasi, tapi kuliah tetap jalan. Ketika dia memalang kampus, maka dia melarang hak asasi orang lain untuk belajar. Itu tidak boleh lagi.

Boleh tahu, saat ini Uncen memiliki berapa dosen, guru besar, mahasiswa,  fakultas, dan berapa program studi?

Iya, kami saat ini memiliki 9 fakultas dan 75 program studi, jumlah dosen sekarang 620 dengan jumlah pegawai 330, jumlah mahasiswa sampai sekarang kurang lebih antara 15 ribu sampai 16 ribu. Kadang-kadang ada perbedaan data di BAK dengan di bank. Di BAK itu jumlah data mahasiswa yang terdaftar sedangkan di bank  kita bisa lihat data mahasiswa yang bayar SPP dan aktif. Itulah yang bedakan, ada mahasiswa terdaftar di BAK tapi tidak aktif karena cuti dan lain-lain sehingga tidak bayar SPP di bank.

Bersama Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua DPRP Yunus Wonda usai Seminar tentang Miras di Auditorium Uncen, 20 November 2017.

Di masa kepemimpinan Bapak, apakah ada upaya penambahan fakultas ke depan?

Untuk saat ini belum. Memang pengembangan institusi, perluasan akses dan membuka program studi yang baru, saya rasa tetap terbuka. Tapi kami lebih fokus lebih dulu untuk membenahi program studi dan fakultas yang sudah ada daripada membuka yang baru. Kami juga membanguan kerjasama dengan universitas luar, dengan Kementerian PU, Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan  Pemerintah Daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Tanah Papua. Dan kami senang bisa memberikan kontribusi pemikiran untuk membangun Papua dan Indonesia. (*)

 

 

Facebook Comments Box