Pps. BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat dr Ario Pambudi Trisnowibowo, MMKes.AAK

JAYAPURA (PB.COM)—Pps. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat dr. Ario Pambudi Trisnowibowo, MMKes.AAK membantah jika pihaknya dinilai tidak terbuka soal data kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang sedianya akan berintegrasi dengan Kartu Papua Sehat (KPS) di Provinsi Papua. Sebab saat ini data tersebut masih divalidasi oleh Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Papua sehingga, pihak BPJS belum membuka data by name by address kabupaten/kota.

Demikian pernyataan dr Ario yang diterima redaksi papuabangkit.com, Kamis (02/05/2019) menanggapi pemberitaan redaksi, Rabu (01/05/2019) berjudul Dinas Kesehatan Papua Batalkan Integrasi JKN-KIS dan KPS  Tahun Ini   (https://papuabangkit.com/2019/05/01/dinas-kesehatan-papua-batalkan-integrasi-jkn-kis-dan-kps-tahun-ini).

Menurut dr Ario, terkait dengan upaya proses integrasi KPS ke dalam program JKN-KIS, BPJS Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcapil) Papua telah melakukan serangkaian pertemuan maupun pembahasan untuk merancang skema integrasi serta memastikan jumlah dan validitas data peserta yang akan diintegrasikan.

Sesuai dengan permintaan Dinas Kesehatan Provinsi Papua, lanjutnya, BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat telah membantu untuk melakukan  validasi data yang akan digunakan untuk menetapkan jumlah potensi penduduk by name by address terutama Orang Asli Papua (OAP) yang telah memiliki NIK dan tidak memiliki kepesertaan Jaminan Kesehatan baik yang dikelola oleh Pemda maupun Pemerintah Pusat.

Ario menjelaskan, dari hasil padanan antara data konsolidasi nasional semester I tahun 2018 yang ditetapkan oleh Dirjen Dukcapil dengan data Masterfile BPJS Kesehatan di wilayah Papua diperoleh sebanyak 2.134.695 jiwa data by name by address penduduk papua dengan NIK yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Dari data tersebut, kata dia, diperoleh sebanyak 1.551.101 jiwa OAP yang memiliki status tidak bekerja, dan data tersebut diserahkan seluruhnya ke Dinas Sosial melalui BA serah Terima Data nomor 31/BA/Wil-XII/0419 tgl 22 April 2019.

“Data tersebut masih divalidasi oleh Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Papua. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan data masyarakat yang berhak menerima jaminan kesehatan. Oleh karena itu, pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua terkait dengan adanya ketidakterbukaan serta validitas data oleh BPJS Kesehatan tidak benar. Selain itu, dengan adanya penyaringan keabsahan Nomor Induk Kependudukan (NIK) melalui pemadanan dengan data konsolidasi nasional  akan berdampak pada minimnya potensi duplikasi data dengan data peserta Jamkesda yang dikelola oleh masing-masing Kab/Kota,” tulis dr Ario.

Ario menambahkan, peserta Jamkesda yang diintegrasikan kedalam JKN-KIS ditentukan oleh Pemda Papua dan wajib memiliki NIK yang telah divalidasi ditingkat nasional sebagai identitas unik. Hal ini merupakan syarat utama untuk memastikan ketepatan penerima bantuan iuran oleh Pemda serta mencegah terjadinya duplikasi pembiayaan dengan skema pembiayaan lainnya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 82 Tahun 2018 pasal 6 serta Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018.

“BPJS Kesehatan se-Wilayah Papua dan Papua Barat secara berkesinambungan terus berupaya untuk melakukan validasi data Masterfile. Hal ini dilakukan melalui proses rekonsiliasi data per tiga bulan yang dilakukan dimasing-masing Kantor Cabang dengan instrasni terkait (BKD, Dinsos, Dukcapil, dll). Validasi dilakukan dengan membandingkan data NIK yang ada di Masterfile dengan data luaran Dirjen Dukcapil (data konsolidasi nasional) sesuai Permendagri nomor  61 Tahun 2015 tentang Persyaratan Ruang Lingkup dan Tata acara pemberian hak akses serta pemanfaatan nomor induk kependudukan, data kependudukan, dan KTP elektronik. Hasil validasi tersebut disampaikan ke Dinas terkait untuk dipastikan dan disesuikan oleh instansi terkait,” tulisnya dalam tanggapan.

Tanggapan Kadinkes Papua

Menanggapi pernyataan yang disampaikan pihak BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat, Kepala Dinas Kesehatan Papua drg. Aloysius Giyai, M.Kes dengan rendah hati menyampaikan permohonan maaf apabila apa yang disampaikan dalam pemberitaan media massa dianggap menyudutkan pihak BPJS.

Kepala Dinas Kesehatan Papua drg. Aloysius Giyai, M.Kes saat memberi tanggapan pada pembahasan rencana integrasi JKN-KIS dan Kartu Papua Sehat yang dihadiri Dinas Kesehatan, Direktur Rumah Sakit dan pihak BPJS pada Rakerkesda Papua, Senin (29/04/2019) di Aston Hotel Jayapura.

“Saya menghargai apa tanggapan yang disampaikan BPJS. Mungkin kata tidak terbuka itu kurang tepat, yang saya maksudkan ialah bahwa saat ini BPJS belum bisa membuka data peserta by name by address per kabupaten, karena itu memang fakta di lapangan yang dikeluhkan. Demikian juga bahasa pembatalan integrasi itu juga mungkin kurang tepat, maksud saya adalah menunda integrasi sambil menunggu validasi data yang benar dan tepat,” kata Aloysius kepada papuabangkit.com per telepon selulernya, Kamis petang (02/05/2019).

Aloysius berharap polemik ini tidak diperpanjang karena itu hanya membuang energi. Pihak Dinas Kesehatan Papua, katanya, akan terus berkomunikasi dan membangun kemitraan dengan BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat guna mempercepat proses integrasi JKN-KIS dan KPS yang tertunda.

“Mari kita kerja dalam semangat kemitraan, saling bersinergi, karena jutaan rakyat Asli Papua sangat membutuhkan layanan ini,” katanya.

Sekretaris Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP), Alexander Krisifu, SH mengatakan melihat letak persoalan penundaan integrasi JKN-KIS dan KPS adalah validasi data kepesertaan yang belum rampung, pihaknya mendorong Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil ) Provinsi Papua berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas Dukcapil di setiap kabupaten/kota untuk memanfaatkan waktu penundaaan ini untuk merampungkan validitas data.

Hal ini, kata Alex, untuk menghindari double pembiayaan dan juga untuk memastikan integrasi ini dapat memberikan bermanfaat yang positif bagi masyarakat khususnya OAP dalam menikmati pelayanan kesehatan ke depannya.

“Yang harus dipikirkan adalah kesepakatan mekanisme untuk melayani Orang Asli Papua yang belum memiliki NIK alias tak punya E-KTP di kabupaten/kota saat mereka berobat. Harus ada aturan yang berpihak kepada mereka karena sasaran utama layanan program ini adalah melayani mereka, sementara kita tahu kondisi geografis di Papua yang sulit membuat banyak kabupaten belum merampungkan perekaman E-KTP,” tegas Alexander menjawab papuabangkit.com.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kesehatan Papua memutuskan untuk menunda penandatanganan memorandum of understanding (MOU) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Divisi Regional Papua dan Papua Barat dalam rangka integrasi pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dengan Kartu Papua Sehat (KPS) untuk tahun 2019.

Penundaan ini dilakukan karena persoalan belum rampungnya validasi data peserta penerima manfaat Orang Asli Papua yang sebagian besar belum memiliki Nomor Induk Kependudukkan (NIK) alias tak punya E-KTP. Padahal, Pemerintah Provinsi Papua telah menyiapkan anggaran sekitar Rp 142 miliar untuk membayar biaya premi ke BPJS tahun ini. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box