sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Rumah Sakit Jiwa Abepura, dr. Anthonius Mote.

JAYAPURA (PB.COM) – Ditunjuk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Rumah Sakit Jiwa Abepura, dr. Anthonius Mote bergerak cepat untuk menyelesaikan akreditasi rumah sakit yang hingga kini tak kunjung rampung.

Ditemui pers di Jayapura, Kamis (18/7/2019), Mote menuturkan, dalam sepekan usai ditunjuk sebagai pelaksana tugas, dirinya bersama tim langsung melakukan evaluasi dokumen yang sudah berjalan untuk segera diselesaikan.

“Kita berharap di 2019 ini, rumah sakit jiwa Abepura bisa terakreditasi sehingga memenuhi standar Kementerian. Karena sampai saat ini layanan BPJS pun sudah putus kontrak, sehingga kita berharap akreditasi segera selesai. Sehingga tidak mengganggu layanan BPJS. Untuk Kartu Papuas Sehat (KPS) hingga kini masih berjalan,” tutur Mote yang mengaku tugas utamanya sebagai Plt adalah menjalankan aturan dan kepercayaan gubernur.

Belum terakreditasinya RSJ Abepura hingga kini, ungkap Mote, salah satu kendalanya karena masalah pemimpin atau direktur sebelumnya yang non medis. Dimana semua dokumen yang harus ditindaklanjuti terpending (tertunda).

“Sehingga menjadi tugas utama saya, bagaimana mengejar akreditasi agar rumah sakit ini bisa jalan,” ungkapnya.

Selain fokus masalah akreditasi, lanjut Mote, dibawah kepemimpinan dirinya juga akan melakukan pembenahan pelayanan, pengembangan standarisasi, pelayanan  prima lalu juga melihat bagaimana tanggunga jwab terhadap 29 kabupaten/kota dalam pembinaan jaringan pasien jiwa, bagaimana pendampingan dan juga pembakalan sumber daya manusia (SDM).

Menyoal ketersediaan tenaga medis dan obat, Mote mengaku cukup tersedia. Dia menyebutkan di RSJ Abepura terdapat empat dokter spesialis penyakit jiwa dan dokter umum.

“Mudah-mudahan tahun ini kita bisa kembangkan pelayanan. Dimana kita butuh dokter spesialis penyakit dalam, mata, dan syaraf.  Sebab selama ini, pasien jiwa yang juga punya penyakit medik lainnya selalu  dirujuk keluar,” akunya

“Kita berharap pasien sakit jiwa namun ada penyakit medik lainnya langsung bisa tertangani di RSJ, sehingga tidak harus dirujuk, karena hampir rata rata rumah sakit tempat rujukan, mereka sedikit ada kekhawatiran dalam menangani misalnya, pasien yang gelisah itu mengganggu pasien di rumah sakit lainnya sehingga berharap pelayana tahun ini bisa terlaksana,” sambungnya.

Mote mengakui, saat ini pasien yang menjalani pemulihan dan rehabilitasi di RSJ Abe cukup banyak. Baik pasien yang baru terjangkit atau pasien akut maupun kronis cukup banyak dan ada beberapa yang sudah dipulangkan ke daerahnya masing-masing. “Cuma kendalanya kadang, ketika hendak dipulangkan, masalah di keluarganya,” terangnya.

Dalam upaya kita ke depan, bagaimana kita lakukan pendekatan dengan keluarga pasien dan SKPD serta stakeholder yang berkaitan seperti dinas sosial untuk pemulangan maupun penjaringan pasien RSJ.

“Kita sudah pernah MoU (dilakukan pejabat direktur sebelumnya). Rencana kita akan preview ulang MoU tersebut dan tindakannya seperti apa. Ini juga masalah. Sebab hari ini masyarakat sakit jiwa yang tersebar di jalan jalan itu, daya tampungnya jadi masalah. Lalu bagaimana tindak lanjut mereka, sebab tidak hanya terapi pasti ada kelanjutannya, bagaiman keluarganya. Jadi memang masalah sosial cukup berat,” jelasnya.

Disinggung soal rumah singgah bagi para pasien sakit jiwa, menurut Mote, tergatung kebijakan kabupaten masing masing. Kalau pemda punya program menampung, memberikan pendampingan tergantung pemerintahnya.

“Sebab kita sifatnya hanya mengobati. Sebelum pulang dari RSJ, ada proses rehabulitasi dalam proses kita bekali ketrampilan saat berada di rumah sakit. Setelah keluar harus ada intervensi terutama keluarga yang memperhatikan, sebab kalau tidak akan kembali lagi (sakit jiwanya),” pungkasnya. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box