Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP.MH saat melantik Direksi Bank Papua yang baru untuk periode 2017-2021, 6 Maret 2017.

JAYAPURA (PB) : Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP.MH meminta direksi PT Bank Pembangunan Daerah Papua atau dikenal Bank Papua untuk mengambil langkah cepat dan tepat guna mengatasi persoalan kredit macet yang melilit bank daerah yang mencapai ratusan milyar rupiah.

“Kita tidak kaget dan panik, Bank Papua ini memang sudah rusak dari dulu, dari gubernur ke gubernur orang tidak lihat itu. Makanya  saya rombak semua direksi kali lalu, saya ambil dari BNI, Mandiri, BCA. Mudah-mudahan mereka segera mengatasi persoalan ini,” ujar Lukas menjawab pertanyaan pers usai mengembalikan berkas pendaftaran sebagai bakal calon gubernur, Senin (19/6/2017) di halaman Kantor DPD I Partai Golkar Provinsi Papua Jalan Percetakan, Jayapura.

Menurut Lukas, salah satu penyebab terjadinya kredit macet di Bank Papua hingga merugikan daerah ratusan miliar adalah kebijakan direksi yang lalu dalam memberikan kredit tanpa melalui proses yang benar dan dokumen persyaratan perbankan yang lengkap. Oleh karena itu, Lukas meminta F. Zendrato selaku Direktur Utama Bank Papua beserta jajarannya belajar dari persoalan ini dan mencari langkah tepat guna menyelamatkan Bank Papua dan menjaga kepercayaan nasabah.

“Bagaimana tidak macet, baru 50 persen persyaratan kredit yang diajukan, dananya sudah cair. Saya minta masyarakat tidak usah panik. Bank ini milik rakyat Papua, kita harus jaga dan selamatkan, percayakan pada direksi baru untuk perbaiki,” tegas Lukas.

Sebagaimana diberitakan sejumlah media nasional dan lokal, hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit Bank Papua ke PT Sarana Bahtera Irja (PT SBI) dan PT Vita Samudra (PT Vitas). Pemberian fasilitas kredit oleh Bank Papua kepada PT SBI menggunakan plafon sebesar Rp Rp 313,29 miliar, berupa 8 fasilitas kredit investasi dan 1 fasilitas kredit modal kerja. Sedangkan pemberian fasilitas kredit ke PT Vitas pada 2013 menggunakan plafon sebesar Rp 111 miliar, berupa 2 fasilitas kredit modal kerja.

Kantor Bank Papua di Jayapura

BPK mengambil empat kesimpulan. Pertama, Tahap analisis dan persetujuan kredit, antara lain analisis kredit tanpa melalui kunjungan on the spot, rekayasa data keuangan debitur, kelengkapan dokumen tidak memenuhi syarat, penetapan plafon tidak memperhatikan kebutuhan riil proyek yang didanai, dan nilai agunan tidak mencukupi.

Kedua,  Pencairan dana dan penggunaan dana kredit, meliputi pencairan kredit tetap dilakukan meskipun syarat-syarat pencairan tidak terpenuhi. Ketiga, dana pencairan kredit sebagian digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit. Keempat, saat jatuh tempo, PT SBI tidak dapat melunasi kreditnya sehingga terdapat tunggakan pokok sebesar Rp 222 miliar dan tunggakan bunga Rp 48,25 miliar, yang saat ini berstatus macet. Kerugian negara/daerah atas kasus ini mencapai Rp 270,26 miliar.

Akibat kasus ini, Kabareskrim Komjen Ari Dono, Kamis (15/6/2017) sudah menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) BPD Papua menjadi tersangka dalam kasus pemberian kredit yang merugikan negara senilai Rp 359 miliar. Barang bukti berupa kapal sudah disita dan dilelang untuk negara.

“Sudah ada 1 tersangka inisial JK, mantan dirut Pank Papua,” kata Ari di gedung Bareskrim Polri, Jl Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat. (gusty/dtc/pb)

 

Facebook Comments Box