Suasana pertemuan Pemprov Papua di kantor Kementerian Keuangan RI, Selasa (05/09/2017)

JAKARTA (PB)–Pasca pengumuman divestasi atau pelepasan saham oleh PT. Freeport Indonesia sebesar 51 persen kepada Pemerintah Indonesia yang resmi diumumkan Senin (29/08/2017) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Papua menuntut haknya untuk mendapatkan sebagian dari saham itu. Pemerintah Provinsi Papua dengan tegas meminta kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan 20 persen saham.

“Atas perintah Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH kepada saya selalu Sekretaris Daerah Papua, maka saya dan Bupati Mimika termasuk Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan RI guna membahas masalah kepemilikan saham di PT. Freeport Indonesia yang harus dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Papua,” ujar Sekda Hery usai melakukan pertemuan di Kantor Kementerian Keuangan RI, Selasa (05/09/2017).

Dalam pertemuan yang dihadiri Bupati Mimika, Eltinus Omaleng dan Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua itu, Sekda Hery menegaskan bahwa perjuangan untuk kepemilikan 20 persen saham ini adalah komitmen final dari Pemprov Papua yang harus  diakomodir oleh Pemerintah Pusat.

“Ini juga akan menjadi pergumulan panjang dimana Pempov Papua maupun Pemkab Mimika mempunyai tugas berat untuk membuat suatu regulasi daerah terkait pajak daerah. Dan regulasi itu tentunya menjadi lampiran dalam Peraturan Pemerintah (PP),” kata Hery

Menurut Hery, keberadaan PT. Freeport Indonesia di Papua sudah sangat lama sehingga sangat ironis bahwa Papua dengan kekayaan alam yang berlimpah tapi kehidupan masyarakat masih butuh kesejahteraan. Oleh karena itu, ia berharap dengan peluang mendapatkan saham 20 persen setidaknya dapat mengatasi masalah ketidakadilan yang dirasakan Papua selama ini sebagai pemilik tambang.

Sekda Papua T.E.A. Hery Dosinaen, S.IP.MKP

“20 persen saham itu nantinya akan dibahas dan duduk bersama kembali oleh Pemprov Papua dengan Pemkab Mimika untuk pembagiannya seperti apa. Termasuk juga dengan beberapa kabupaten lain yang ada di sekitar Freeport,” jelas Hery.

Tentang batas waktu dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kepemilikan saham ini, kata Hery, kemungkinan besar baru bisa tercapai tahun 2019. Sebab, ada beberapa hal yang harus diselesaikan dan dirancang sehingga nantinya Pemprov Papua, PT Freeport Indonesia dan Pemkab Mimika akan duduk bersama membahas saham 20 persen tersebut sebelum penandatangan Memorandum of Understanding (MoU). Termasuk, soal kewajiban Freeport untuk membangun smelter di Papua.

Staf PT Freeport Indonesia mengecek salah satu rangkaian proses flotasi atau pengapungan mineral, seperti tembaga, emas, dan perak, di salah satu pabrik pengolahan konsentrat, Tembagapura, Papua.

“Inilah yang menjadi perhatian dan hal ini juga sebagai perintah Gubernur dalam rangka mengakomodir aspirasi Pemprov Papua yang harus diakomodir oleh pemerintah pusat dan PTFI,” ucapnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemerintah Pusat, sebagaimana keterangan pers Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah mencapai kata sepakat dengan Manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait divestasi 51 persen saham PTFI dan perpanjangan kontrak karya, serta pembangunan Smelter di Timika, Papua.

“Saya ingin menekankan kesediaan kami untuk melakukan divestasi 51 persen dan untuk membangun smelter adalah konsesi dan kompromi utama dari pihak kami. Kami menghargai kepemimpinan Presiden Joko Widodo,” ucap dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson dan direksi PT Freeport Indonesia. (Gusty Masan Raya/RM)

 

Facebook Comments Box