Velix Wanggai

Oleh: Velix Wanggai

Desain besar Papua perihal bagaimana wajah pembangunan Papua di tahun 2025 telah dirumuskan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal pada akhir Desember 2013 lalu. Langkah terobosan ini tercermin dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Tahun 2005 – 2025, yang dipayungi Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 21 Tahun 2013.

Dokumen RPJPD Papua 2005 – 2025 yang ditetapkan Gubernur Lukas Enembe pada tanggal 30 Desember 2013 merupakan terobosan penting dalam konteks pengelolaan pemerintahan di Papua. Mengingat   sejak Otonomi Khusus Papua tahun 2001, ternyata Provinsi Papua belum memiliki arah besar pembangunan Papua dalam jangka panjang. Padahal amanat UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengwajibkan setiap daerah memiliki skenario pembangunan daerah dalam 20 tahun ke depan.

Visi 2025: Papua Yang Mandiri

Dalam pandangan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi Provinsi Papua untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah pembangunan. Apalagi Papua dikelola dengan payung hukum UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang bertujuan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dengan daerah lain di Indonesia dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua, khususnya orang asli Papua dalam bingkai  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan mempertimbangkan lingkungan strategis yang dihadapi Provinsi Papua saat ini dan di masa mendatang, sehingga Visi besar Pembangunan Papua tahun 2005 – 2025 yang ditetapkan Perdasi No. 21/2013, adalah: “Papua yang Mandiri secara Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Politik”.

Yang dimaksudkan dengan visi Papua yang Mandiri, adalah masyarakat Papua yang mampu mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri, berbasis aset alam dan kearifan lokal setiap daerah. Kemandirian ini adalah kemandirian yang mengenal kerjasama, saling menguntungkan dengan semua pihak dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di Papua dengan prinsip keberpihakan bagi kemajuan masyarakat asli Papua, baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang kondusif dalam kerangka NKRI.

Peta Tanah Papua

Sementara itu, misi yang diletakkan dalam 20 tahun pembangunan Papua ke depan ini,  ditujukan ke 5 misi besar.

Pertama, mewujudkan kemandirian sosial. Wajah sosial Papua ditandai dengan kualitas hidup manusia Papua yang mampu berperan dalam pembangunan. Hal ini tercermin di tahun 2025 dimana Indeks Pembangunan Manusia mencapai 70, Usia Harapan Hidup diatas rata-rata 70 tahun, pelayanan kesehatan di seluruh kampung, dan gizi dan pangan bagi keluarga Papua. Demikian juga, kebutuhan rumah yang sehat terpenuhi, kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan meningkat dan terbangunnya jaringan informasi dan telekomunikasi yang mengjangkau seluruh kampung.

Kedua, kemandirian budaya Papua. Aktualisasi jati diri, identitas dan karakter masyarakat asli Papua semakin meningkat dalam konteks keragaman budaya Papua. Wajah budaya Papua di tahun 2025 tercermin dari pengembangan kelembagaan adat, agama dan perempuan yang terintegrasi ke dalam sistem formal. Demikian pula, adanya harapan agar terwujud budaya Papua berprestasi dan inovatif.

Sedangkan ketiga, kemandirian ekonomi dan pengembangan wilayah Papua. Apa wajah ekonomi Papua di tahun 2025? Hal itu tercermin antara lain dari terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh di seluruh wilayah Papua yang berbasiskan ekonomi lokal yang mandiri. Terbangunnya ekonomi lokal dan infrastruktur skala kampung yang merata di seluruh kampung di Papua.

Dari sisi pengembangan wilayah, diharapkan wajah ekonomi Papua di tahun 2025 ditandai dengan pertumbuhan investasi dan ekonomi lokal di wilayah-wilayah strategis, kawasan tumbuh cepat, pusat-pusat permukiman masyarakat lokal, kawasan perbatasan dan sekitarnya dalam suatu pengembangan wilayah terpadu sesuai konteks sosial budaya Papua.

Keempat, kemandirian politik. Ada sebuah harapan agar wajah Papua di tahun 2025 ditandai dengan peran serta masyarakat yang demokratis, kualitas aparatur yang meningkat, dan adanya kesadaran dan komitmen masyarakat dalam menjaga keutuhan bangsa.

Apa sasarannya? Terwujudnya masyarakat yang demokratis yang mampu menentukan sendiri paradigma, tujuan, dan strategi pembangunan Papua yang transparan. Selain itu, terwujudnya penerapan UU Otonomi Khusus secara nyata dan konsekuen sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat asli Papua.

Dan akhirnya, kelima, kemandirian masyarakat asli Papua. Wajah Papua di tahun 2025 ditandai dengan masyarakat asli Papua berperan utama dalam kepemimpinan dan pelaksanaan pembangunan di Papua yang sesuai jati diri masyarakat asli Papua. Disadari bahwa kondisi masyarakat asli Papua yang sebagian besar berada di pedalaman dan terpencil serta belum tersentuh pembangunan. Karena itu, diharapkan pembangunan Papua terwujud secara merata di seluruh kampung di Papua.

Demikian pula, di tahun 2025 terwujud pengakuan eksistensi nilai-nilai adat dan budaya asli Papua serta hak-hak masyarakat adat melalui pengakuan hak ulayat adat,  masyarakat adat, dan hukum adat, sebagai dasar dari seluruh  aspek pembangunan.

Mengawal Visi Papua 2025

Gubernur Lukas Enembe, Velix Wanggai dan Paskalis kosay dalam sebuah kesempatan

Visi dan misi Papua di tahun 2025 ini, menjadi pedoman bagi Kepala Daerah dan para pemangku kepentingan yang berkaitan dengan Papua untuk mewujudkan apa harapan Papua ke depan ini.  Dalam perjalanan lebih dari 4 tahun ini, Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal telah menerjemahan Visi 2025 ke dalam visi, misi dan kebijakan pembangunan pada tahun 2013 – 2018. Adapun visi 5 tahun ini, “Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera”.

Wajah pembangunan Papua ke depan, tepatnya tahun 2025, haruslah diwujudkan secara bertahap dan terukur. Dengan permasalahan yang kompleks, setapak demi setapak langkah dilakukan oleh Pemerintahan Daerah, baik di level provinsi, kabupaten, dan kota se-Papua.

Lingkungan strategis yang dinamis dan berubah, baik di tataran internasional, nasional dan lokal Papua,  telah mendorong Gubernur Lukas Enembe – Wagub Klemen Tinal untuk mempertimbangkan berbagai langkah dalam merumuskan (policy formulation) dan melaksanakan kebijakan pembangunan (policy implementation) yang sesuai dengan konteks pembangunan.

Salah satu tonggak bersejarah (milestone), adalah Provinsi Papua harus mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Agenda, SDGs) Tahun 2030 yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). SDGs 2030 ini menggantikan MDGs 2015.  Agenda global ini dibumikan oleh  Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden No.59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Peraturan Presiden tersebut dimaksudkan sebagai tindak lanjut kesepakatan dalam Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development guna mengakhiri kemiskinan, meningkatkan kesehatan masyarakat, mempromosikan pendidikan, dan memerangi perubahan iklim.

Selain agenda SDGs 2030, Provinsi Papua juga dihadapkan milestone lainnya yakni tidak berlaku lagi “Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara 2 % (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, yang ditujukan  untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan”. Karena UU Otsus berpesan dana khusus ini berlaku selama 20 tahun. Artinya, di tahun 2022 Dana Otsus 2 persen dari DAU Nasional tidak berlaku lagi.

Warga di pedalaman Papua

Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat dalam mengantisipasi kebijakan fiskal yang berubah untuk Papua dalam mewujudkan skenario pembangunan  Papua 2025.

Dalam konteks mewujudkan wajah Papua tahun 2025 ini, patut diapresiasi berbagai terobosan pendekatan dan kebijakan mendasar yang telah diletakkan oleh kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe dan Wagub Klemen Tinal sejak 2013 hingga pertengahan 2017 ini. Kinerja positif ini  merupakan fondasi, sekaligus modal pembangunan guna mewujudkan Visi besar Papua yang Mandiri tahun 2025.  (Penulis adalah pemerhati pembangunan Papua)

 

Facebook Comments Box