Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM Simeon Itlay, didampingi Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua Yan Yap L.Ormuseray, menabuh Tifa, ketika membuka Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Tahun 2018 di Hotel Yasmin, Jayapura, Senin (22/10/2018).

JAYAPURA (PB)—Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP.MH mengatakan tingginya kasus pembalakan liar  (illegal logging) yang terjadi di hutan Papua selama ini diperkirakan mencapai triliunan  rupiah per tahun. Kerugian itu belum termasuk  nilai kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka, terganggunya Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berimbas  kepada kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya.

“Hal ini terjadi karena sistem perlindungan, pengamanan dan pengawasan pengelolaan SDA  hutan di Provinsi Papua masih sangat lemah, juga mengakibatkan sering terjadi pemanfaatan secara ilegal dan tak bertanggungjawab. Pembalakan liar (ilegal logging) merupakan kejahatan lintas sektoral, melintasi batas-batas suatu wilayah bahkan negara sehingga  termasuk kategori  transnational crime,” kata Gubernur Lukas dalam sambutannya yang dibacakan oleh Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM Simeon Itlay, ketika membuka  Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Tahun 2018 di Hotel Yasmin, Jayapura, Senin (22/10/2018).

Menurut Gubernur, sistem perlindungan, pengamanan dan  pengawasan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)  hutan di Provinsi Papua masih sangat lemah, akibat diperlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, dimana fungsi tugas perlindungan dan pengamanan hutan selama ini dilakukan di daerah Kabupaten/Kota dialihkan ke Provinsi.

Kejahatan  bidang kehutanan, kata Gubernur, dapat menimbulkan konflik sosial bahkan menimbulkan disintegrasi bangsa  dengan rusaknya fungsi-fungsi  hutan,  baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial  budaya.

Salah satu kasus pembalakan liar di Papua (foto: google)

Ia menerangkan, selama masa peralihan untuk proses penataan  kelembagaan inilah terdapat kevakuman fungsi tugas tersebut dan menjadikan ruang untuk terjadinya peningkatanan perambahan hutan dan pembalakan liar (ilegal logging). Juga diperkirakan kurang  lebih 25 %-30 % hak negara melalui penerimaan Provinsi Sumber Daya Hutan (PSHD) dan Dana Reboisasi (DR) yang hilang.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua  Jan Jap L. Ormuseray mengatakan, kegiatan Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan  yang dilakukan saat ini merupakan Rapat Koordinasi pertama pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Rapat Koordinasi ini merupakan wujud dari  upaya konsolidasi kelembagaan kehutanan di tingkat Dinas, CDK dan KPH  guna sinergitas tindak pengamanan hutan.

Pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014  kewenangan kehutanan termasuk kewenangan perlindunganm hutan dilimpahkan pengurusannya ke tingkat Provinsi,” katanya.

Menurut Ormuseray, seiring dengan pengalihan kewenangan, terangnya, personil maupun pembiayaan serta sarana prasarana dan dokumen (P3D) juga dilimpahkan ke Pemerintah Pusat. Hal ini  tak hanya menghasilkan peningkatan pembiayaan, tapi juga membutuhkan waktu penyesuaian atau transisi yang cukup lama. Sayangnya, pada masa transisi tersebut kebutuhan akan pengelolaan hutan terus berjalan. Kondisi ini memicu berbagai pelanggaran dalam pemanfaatan hutan sebagai akibat  kevakuman pengelola hutan di tingkat tapak.

“Solusi pengelolaan hutan  yang ditawarkan oleh  Kementerian Lingkungan Hidup membentuk KPH,  namun KPH belum menjangkau seluruh wilayah hutan di Papua,” ujarnya.

Rapat koordinasi ini diikuti oleh pimpinan Cabang Dinas Kehutanan (CDK)  dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Se-Papua berjumlah 33 orang, masing-masing 19 Orang Kepala Cabang Dinas Kehutanan, 7 Orang Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi dan 7 Orang Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung. (Gusty Masan Raya/MdC)

Facebook Comments Box