Gubernur Papua Lukas Enembe saat menjawab wartawan di Gedung Negara Jayapura, Selasa (20/08/2019)

JAYAPURA (PB.COM)-Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP.MH mengatakan, rasisme itu masalah yang berbahaya di dunia. Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Pusat dalam hal ini presiden tidak boleh menyederhanakan persoalan ini dengan hanya ucapan permintaan dan imbauan di televisi.

“Dan ini bukan kali ini. Ini dari zaman Gubernur Salosa. Semalam juga kejadian yang sama di Makassar. Ini jangan anggap remeh. Sudah 74 tahun kita merdeka dan kita orang Papua selalu diperlakukan rasis. Tidak boleh sederhanakan masalah ini dengan (imbauan) pace mace. Presiden harus perintahkan, para pelakunya ditangkap, itu baru benar,” kata Gubernur Papua menjawab wartawan usai melantik pejabat di lingkungan Pemprov Papua, Selasa (20/08/2019) di Gedung Negara Jayapura.

“Mereka  jangan sederhanakan masalah hanya dengan minta maaf, (Pemda Jawa Timur) harus datang (ke Papua) minta maaf di kita,” kata Gubernur.

Gubernur Lukas saat menerima ribuan pendemo di halaman Kantor Gubernur Papua, Senin (19/08/2019)

Sikap ini ditunjukkan Gubernur Lukas menyikapi reaksi Pemerintah Pusat yang terkesan menganggap sederhana persoalan ini. Menurut Lukas, pasca insiden persekusi, intimidasi dan hinaan yang dialami sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, pihaknya akan membentuk dan mengirim tim untuk menyelidiki dan mengkaji persoalan ini.

Salah satu opsi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Papua, kata Lukas, adalah memulangkan para mahasiswa di tiga kota studi itu untuk kembali melanjutkan studi di perguruan tinggi di Papua dan Papua Barat.

“Saya bentuk tim dan kirim ke sana. Jika mahasiswa rasa tak aman, kita kirim pulang semua ke Papua. Saya tadi telp Pak Gubernur Papua Barat, kita atur biar mereka ditampung di Uncen dan Unipa. Presiden tidak bisa sederhanakan masalah. Masalah bendera siapa yang patahkan, siapa yang omong rasis, itu harus ditangkap,” katanya.

Lukas menjelaskan, Pemerintah Provinsi Papua mengirim para pelajar dan mahasiswa ke luar negeri untuk meningkatkan SDM anak-anak Papua. Oleh karena itu, pihaknya sangat menyayangkan pernyataan rasial yang melukai perasaan orang Papua.

“Ini rasismenya luar biasa. (Para pejabat) jangan kita bangga dengan jabatan kita karena kita (dianggap) kera. Ini bukan baru pertama kali kita disebut itu. Pemain sepak bola disebut kera. Ini seperti model zaman kolonialisme. Kita punya Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Tetapi praktik rasisme masih saja terus menimpa Papua. Padahal kita kerja menjaga NKRI,” lanjutnya.

Sebagaimana diketahui, ribuan massa di Jayapura, Manokwari dan Sorong turun ke jalan melalukan aksi demonstrasi. Mereka memprotes tindakan persekusi, intimidasi dan hinaan yang dilakukan aparat keamanan dan ormas di Surabaya, Malang dan Semarang terhadap mahasiswa Papua.

Demonstrasi di Jayapura berlangsung aman. Sementara di Manokwari dan Sorong, massa bertindak anarkis dengan membakar bekas kantor DPRD, merusak sejumlah kios milik pedagang dan fasilitas bandara DEO Sorong.

Pantauan di sejumlah media televisi dan media sosial, Selasa (20/08/2019) demostrasi besar-besaran kembali digelar di Kota Sorong dan Bintuni, Papua Barat serta Nabire dan Merauke, Provinsi Papua. (Gusty Masan Raya)

 

Facebook Comments Box