Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP.MH

JAYAPURA (PB.COM) – Belajar dari pengalaman Pemilu 2019 baik Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) di Provinsi Papua yang banyak terjadi kecurangan di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD), Gubernur Papua, Lukas Enembe minta KPU Papua merekrut orang-orang terpilih dan professional sebagai penyelenggara pemilu di tingkat distrik.

Kekhawatiran Gubernur Lukas, penyelenggara yang tidak professional akan berdampak kepada para kontestan Pilkada 2020 pada 11 kabupaten di Papua. Menurutnya, pengalaman Pemilu 2019 baik Pileg dan Presiden sangat nyata, dimana kewenangan PPD begitu terlihat.

“Permainan ada di tingkat PPD sangat terlihat. Saya minta KPU lakukan perekrutan dengan baik dan profesional, PPD itu harus orang yang memiliki tanggung jawab, ini pekerjaan mulia, karena ini  menyiapkan orang untuk jadi pemimpin,” pinta Gubernur saat diwawancarai pers di Gedung Negara Dok V Jayapura, Selasa (1/10/2019) malam.

Gubernur menyesalkan ketidakprofesionalnya pelaksana PPD saat Pemilu serentak 2019 yang secara terang mata melakukan jual beli suara.

“Kemarin itu PPD jual kiri kanan, itu tidak boleh! Ini orang bilang sistem noken di Gunung, tapi ternyata di Kota ini juga Noken,kita sudah lihat begitu, dan saya harap tidak terjadi seperti itu,” harapnya.

Pada kesempatan itu, Gubernur juga menyoroti tentang potensi adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU). Namun dia berharap itu tidak terjadi lantaran akan menambah beban anggaran pemerintah.  “Harapan ini tidak boleh ada PSU, jangan tambah beban lagi,” serunya.

Kata Gubernur inti dari semuanya adalah penyelenggara harus tetap berpegang pada aturan agar tidak terjadi kecurangan ataupun PSU.

“Kalau penyelenggara ikuti aturan pasti tidak ada PSU, atau kecurangan. Karena PSU itu akan menguntungkan calon tertentu dan menyebabkan keributan, intinya kalau sesuai aturan semua berjalan aman,” katanya.

Ketua KPU Theodorus Kossay mengatakan pendapat yang sama dengan Gubernur Papua. Kata Theo, di Papua semua orang menjustifikasi bahwasanya yang berwenang saat Pileg adalah PPD. “Kita mendengar itu, dimana-mana PPD bermain ini dan itu, dan itu sudah menjadi satu masukan penting oleh KPU pusat,” katanya.

Berangkat dari hal itu, lanjut Theo, KPU RI mewacanakan pelaksanaan rekapitulasi melalui system elektronik atau E Rekap. Dimana hasil rekapan Pemilu dari tingkat TPS langsung masuk ke KPU, tanpa harus ke PPS dan PPD. “Ini wacana yang sedang bergulir di pusat dan memang butuh pembahasan lebih lanjut terkait wacana ini,” kata Theo.

Langkah KPU RI ini, kata Theo tentu sebagai antisipasi bagi penyelenggara agar tidak terjadi jual beli suara, perubahan suara, atau suara hilang. “ Nah ini salah satu caranya, apalagi kan di Papua banyak kejadian demikian,” tambahnya.

Sementara menyangkut PSU, menurut Theo, harus melalui beberapa indikator, salah satunya jika terbukti penyelenggara nakal atau melakukan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya.  “Jika penyelenggara berpolitik, maka itu berpotensi PSU, sehingga saya tekankan disini penyelenggara baik KPU atau Bawaslu jangan berpolitik,” tegasnya.

Selanjutnya, jika kontestan atau calon Pilkada berafiliasi dengan penyelenggara. Ia mencontohkan ada dugaan Bawaslu yang sudah bekerjasama dengan salah satu kontestas sehingga mengeluarkan rekomendasi PSU. “Nah ini juga ada potensi PSUnya, jadi indikator penting,” jelasnya.

Upaya melakukan pencegahan agar tidak terjadi PSU maka KPU akan melakukan penguatan kapasitas kepada penyelenggara tingkat bawah. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box