Ilustrasi pertambangan Freeport.

JAYAPURA (PB.COM) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua mengklaim, penurunan produksi bijih logam PT Freeport mempengaruhi kontraksi pertumbuhan ekonomi di Papua hingga minus 15,11 persen pada triwulan ketiga 2019 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kepada Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik (Nerwilis) BPS Provinsi Papua Eko Mardiana menuturkan, besarnya kontraksi ini terutama disebabkan oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang mengalami penurunan produksi cukup dalam hingga mencapai minus 38,31 persen.

“Penurunan ini disebabkan karena turunnya produksi bijih logam PT Freeport di Papua di mana berkurangnya produksi tersebut sudah terjadi sejak triwulan pertama hingga ketiga pada 2019 ini,” tutur Eko Mardiana dalam rilis BPS, Kamis (6/11/2019).

Menurut Eko, hal ini terjadi sebagai akibat adanya masa transisi penambangan dari tambang terbuka (open pit) ke lokasi penambangan bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC).

“Selama 2019, diperkirakan produksi bijih logam PT Freeport akan mengalami penurunan dibandingkan pada 2018,” ungkapnya.

Dia menjelaskan selain pertambangan dan penggalian, kategori yang mengalami pertumbuhan negatif lainnya adalah pertanian kehutanan-perikanan, industri pengolahan-pengadaan air serta pengelolaan sampah limbah-daur ulang.

“Kontraksi pada kategori pertanian, kehutanan dan perikanan ini disebabkan menurunnya produksi beberapa komoditi tanaman bahan makanan serta turunnya produksi kehutanan juga penebangan kayu sebagai dampak moratorium tentang pembatasan penebangan kayu,” urainya.

Sedangkan pada industri pengolahan, lanjut Eko, penurunan terjadi pada industri kayu dan barang dari kayu serta industri makanan juga minuman, selain itu terjadinya kerusuhan di beberapa daerah di Papua juga cukup mempengaruhi pada kontraksj pertumbuhan kategori ini. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box