Ario Pambudi Trisnowibowo

JAYAPURA (PB.COM) Asisten Deputi Bidang Monitoring dan Evaluasi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat Ario Pambudi Trisnowibowo mengatakan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan seharusnya tak perlu menuai polemik di tengah masyarakat. Sebab besaran iuran yang baru ternyata masih di bawah angka perhitungan iuran yang sesungguhnya.

Hal itu ditegaskan Ario dalam kegiatan Ngopi Bareng bersama media massa, Senin (25/11/2019) di Jayapura.

Menurut Ario, berdasarkan review Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), iuran peserta JKN-KIS segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas 1 seharusnya adalah sebesar Rp 274.204,- per orang per bulan, kelas 2 adalah Rp 190.639,- per orang per bulan, dan kelas 3 adalah Rp 131.195,- per orang per bulan. Hasil perhitungan besaran iuran segmen PBPU ini sangat tinggi sehingga diperkirakan tidak terjangkau daya beli masyarakat. Oleh karenanya, perlu ada subsidi besaran iuran terhadap segmen PBPU.

Kebijakan ini dilakukan pemerintah agar adanya penyesuaian iuran bagi peserta mandiri tidak sebesar yang seharusnya. Melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, pemerintah menetapkan iuran peserta mandiri kelas 1 sebesar Rp 160.000,- (58% dari iuran yang seharusnya), kelas 2 sebesar Rp 110.000,- (58% dari iuran yang seharusnya), dan kelas 3 sebesar Rp 42.000,- (32% dari iuran yang seharusnya).

“Bisa dikatakan, besaran iuran yang baru ini sudah disubsidi oleh pemerintah, khususnya segmen PBPU. Jadi jangan bilang pemerintah tidak berpihak pada rakyat, justru pemerintah sudah sangat memperhatikan kondisi rakyatnya. Negara justru sangat hadir, selain membayari segmen PBI juga menambah subsidi segmen PBPU,” tutur Ario.

Hal itu bisa dilihat pada perhitungan berikut ini. Di tahun 2019, total biaya yang dibayar pemerintah untuk segmen PBI sebesar Rp 48,71 triliun. Dan untuk tahun 2020 pemerintah akan membayari segmen PBI APBN sebesar Rp 48,74 triliun diluar segmen PBI Daerah. Kemudian untuk PBPU pemerintah akan menyubsidi ± Rp 89.000,- per orang untuk kelas 3, ± Rp 80.000,- per orang untuk kelas 2, dan ± Rp 114.000,- per orang untuk kelas 1.

Ini berarti, dari 222 juta peserta JKN-KIS, lebih dari separuhnya dibiayai oleh pemerintah. Tepatnya, ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN- KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD.

“Ini menunjukkan komitmen pemerintah yang luar biasa agar Program JKN-KIS yang telah memberikan manfaat bagi orang banyak ini dapat terus diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana yang disebutkan Menteri Kesehatan beberapa waktu lalu, penyesuaian iuran ini juga harus diikuti dengan pembenahan kualitas layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit,” kata Ario.

Menurut Ario, adapun jumlah peserta JKN-KIS se wilayah Papua dan Papua Barat sampai dengan 1 November 2019 sebanyak 5.112.762 jiwa, dengan rincian jumlah peserta segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) sebanyak 727.925 jiwa, segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sebanyak 191.588 jiwa dan segmen Bukan Pekerja sebanyak 46.475 jiwa.

Untuk peserta yang dijaminkan oleh Pemerintah Pusat (PBI APBN) sebanyak 3.614.503 jiwa dan Pemerintah Daerah (PBI APBD) sebanyak 532.271 jiwa. Sedangkan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebanyak 747 dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sebanyak 43 yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Papua dan Papua Barat.

“Tinggal dua kabupaten yang belum yakni Tolikara dan Yahukimo. Yang lain sudah semuanya. Sementara untuk rencana integrasi KPS dengan JKN, hingga hari ini masih ditunda. Prinsipnya, kami menunggu Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Jika jadi integrasi, ini akan mengkafer penduduk yang belum terkafer,” urai Ario. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box