Para terdakwa kerusuhan Jayapura Agustus 2019 lalu, saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura.

JAYAPURA (PB.COM) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang memeriksa Perkara No. 552/Pid.B/2019/PN.Jap. dengan terdakwa F dan A menanggapi surat permohonan hak ingkar Tim Advokat Orang Asli Papua (OAP) dengan menunda persidangan untuk terdakwa F dan A, serta beberapa terdakwa dalam kasus kerusuhan Jayapuran akhir Agustus 2019 lalu, Rabu (11/12/2019).

Dalam rilis pers yang diterima redaksi papuabangkit.com, Rabu malam dari Tim Advokat untuk Orang Asli Papua (OAP), majelis hakim beralasan, penundaan dilakukan karena adanya permohonan hak ingkar dan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Jayapura tidak di tempat, sehingga perlu menunggu penetapan KPN. Jadwal persidangan selanjutnya belum ditetapkan.

Hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU No. 48 Tahun 2019 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Tim Advokat untuk OAP, Sugeng Teguh Santoso dkk, mengajukan hak ingkar terhadap majelis hakim yang diketuai Alexander Jacob Tetelepta, Roberto Naebaho, dan Mathius. Hak ingkar didasarkan pada sikap majelis hakim dalam persidangan tanggal 4 Desember 2019 yang tidak menjalani kesepakatan yang dibuat bersama soal jadwal persidangan yang harus tepat waktu. Saksi yang diperiksa terlebih dahulu adalah saksi pelapor/korban sesuai Pasal 160 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur bahwa “yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi”. Perbuatan tersebut tercela.

Oleh karenanya Tim Advokat untuk OAP, berpendapat, majelis hakim telah dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 160 ayat (1) KUHAP dan melanggar kesepakatan bersama yang diucapkan dalam ruang persidangan, sehingga tercela, tidak menjunjung tinggi integritas, dan tidak mencerminkan  sikap arif dan bijaksana seorang hakim.

“Mencermati praktik pelanggaran hukum acara pidana dan pelanggaran kode etik hakim yang terjadi dalam pemeriksaan Perkara No. 552/Pid.B/2019/PN. Jap., di Pengadilan Negeri Jayapura, maka Para Terdakwa berpotensi kehilangan hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak (hak atas fair trial), yang notabene untuk melindungi individu dari pembatasan yang tidak sah dan sewenang-wenang. Potensi hilangnya hak atas fair trial diperkuat dengan “tuduhan” terhadap Para Terdakwa yang kami duga sarat manipulasi fakta,” jelas Sugeng.

Demi tegaknya hukum dan keadilan terhadap para pencari keadilan (para terdakwa), Sugeng, Frederika Korain dan Aloysius Renwarin meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jayapura agar mengabulkan permohonan hak ingkar ini dan segera melakukan penggantian terhadap majelis hakim dalam Perkara No. 552/Pid.B/2019/PN. Jap. (Gusty Masan Raya)

Facebook Comments Box