Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw memberikan keterangan kepada pers di Mapolda Papua.

JAYAPURA (PB.COM) – Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menantang pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Veronica Koman untuk beradu data dengan pihak kepolisian di Papua.

Sebelumnya, Veronica Koman dan sekelompok aktivis mengklaim telah menyerahkan data berisi 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, sejak Desember 2018 kepada Presiden Joko Widodo saat mengunjugi Canberra, Australia.

Sebab, kata Waterpauw sangat tak logis Veronica Koman menyampaikan sesuatu tentang Papua dari Australia atau tak berada di lapangan.

“Kalau berani datang kesini berhadapan dengan kami disini. Biar saya tunjukan di depan mata dia apa yang sebenarnya terjadi (di Nduga serta kejadian kerusuhan yang terjadi di Papua),” ungkapnya kepada wartawan di Mapolda Papua, Jayapura, Jumat (14/2/2020).

Waterpauw menegaskan, jangan dari Australia menyebarkan data simpang siur lalu buang ke publik  di Indonesia bahkan dunia.  Bahkan menolak dengan tegas pernyataan yang dirilis sepihak oleh pengacara hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman, terkait data 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang disebut tewas di Nduga sejak Desember 2018 lalu.

“Statement Veronika yang kini berstatus tersangka oleh Polri tersebut, tak benar bahkan memutarbalikkan fakta yang ada. Sebaliknya, 57 tahanan itu mendekam di penjara karena melakukan tindak pidana (kriminal),” tegas Waterpauw.

Ia kembali menegaskan pernyataan Veronica Koman yang menyatakan ada 57 tahanan politik itu benar. Sebab, tahanan politik tersebut ditangani secara profesional lewat penegakkan hukum positif.

“Jangan apa-apa di Papua langsung dipolitikkan, ini kan (pernyataan Veronica Koman) ujung-ujungnya cari makan juga. Cari makan, cari makan saja yang positif dan baik. Jangan jual negara dan bangsa ini. Dia (Veronica Koman) siapa sih sebenarnya? Warga negara mana dia? Kok tega sekali melakukan (fitnah) seperti itu,” ucap Waterpauw.

Ia menjelaskan, kasus kerusuhan hingga berujung penangkapan terhadap 57 tahanan itu, dikarenakan kerusuhan yang terjadi di Papua, akibat imbas kasus rasisme di Jatim. Isu ini dimainkan oleh kelompok kriminal bersenjata dengan menciptakan kerusuhan yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda yang luar biasa.

“Makanya saya tergelitik dengan pernyataan seseorang yang mengaku bernama Veronica Koman ini. Apalagi dia mendesak Pemerintah Australia untuk membahas pelanggaran HAM yang menurut dia ada terjadi di Papua,” paparnya.

Bahkan ia mempertanyakan data dari Veronica Koman, sebab pernyataan tersebut tidak berdasar serta sepihak. Oleh sebab itu, ia harus mengklarifikasi pernyataan tersebut.

“Kami diberikan amanah tugas dan tanggung jawab ini. Ingat jangan diabaikan persoalan kerusuhan (yang merenggut korban jiwa dan harta benda di Wamena). Dan kenapa aparat masuk membantu memback up kami di Papua, karena ada persoalan,” sebutnya. (Toding)

Facebook Comments Box