Gubernur Lukas Enembe dan jajaran Forkopimda Papua, dalam pertemuan yang diselenggarakan di Gedung Negara Dok V Jayapura, Jumat (13/9/2019).

JAYAPURA (PB.COM)– Mahasiswa Papua yang menempuh studi di luar Papua kembali menolak untuk bertemu dengan Gubernur, Lukas Enembe dan jajaran Forkopimda Papua, dalam pertemuan yang diselenggarakan di Gedung Negara Dok V Jayapura, Jumat (13/9/2019).

Penolakan ini adalah kali kedua setelah sebelumnya, Gubernur dan Ketua DPR Papua serta Ketua MRP juga ditolak saat hendak menemui mahasiswa di Asrama Kalasan, Kota Surabaya, pascainsiden ujaran kebencian bernada rasis dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua di asrama tersebut, akhir Agustus lalu.

Pertemuan Gubernur dengan jajaran Fokopimda serta perwakilan dari berbagai komponen masyarakat Papua tersebut, dalam rangka menyikapi rencana eksodus mahasiswa Papua kembali ke kota studi tempat mereka menimbal ilmu yang tersebar di sejumlah kota di Indonesia.

Namun, sayangnya dalam pertemuan tersebut, justru tidak dihadiri oleh mahasiswa.

Gubernur Papua, Lukas Enembe menyayangkan ketidakhadiran para mahasiswa. Padahal dalam pertemuan tersebut salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui dan mendengarkan langsung dari para mahasiswa, apa yang telah mereka alami sehingga harus kembali ke Papua.

“Ya mahasiswa kita yang sudah pulang saat ini sudah sebanyak 1.200, namun kita tidak tahu berapa banyak lagi yang akan pulang ke Papua,” ujar Gubernur dalam pertemuan.

Dia meminta seluruh mahasiswa harus kembali ke kota studi, karena di Papua khususnya di Jayapura, tidak bisa menampung begitu banyak mahasiswa.

“Kita tidak tahu mengapa mereka balik dari kota study, apakah mereka takut atau ada yang menyuruh mereka pulang,” kata Gubernur.

“Tapi kalau memang mereka merasakan tidak nyaman di kota study mereka, saya akan minta Kapolri dan Tim kepolisian di Papua untuk minta perlindungan khusus bagi mahasiswa Papua, yang study di luar Papua,” lanjutnya.

Menurut Gubernur, permasalahan ini harus dibawa dalam doa. “Makanya saya sampaikan ke hamba hamba Tuhan bahwa pergumulan ini harus kita bawa dalam doa,” ajaknya.

Gubernur bercerita bahwa sewaktu mengunjungi mahasiswa di asrama Kalasan Surabaya, mereka juga ditolak.

“Saya datang sebagai orang tua ke mahasiwa papua di jawa timur, tapi mereka jahat, mereka tidak mau terima saya, sebenarnya apa yang mereka pikirkan, atau memang sudah di setting oleh para mahawiswa,” herannya.

Mantan Bupati Puncak Jaya ini juga menyerukan agar jangan ada lagi (oknum atau kelompok tertentu) yang sengaja menciptakan konflik untuk Papua.

“Ini bukan urusan siapa pun, ini adalah urusan kami di Papua. Mereka adalah anak anak kita, perlu kita jaga toleransi untuk Indonesia dari Sabang sampai Merauke,” serunya.

Mahasiswa Minta Diberi Waktu

Perwakilan Mahasiswa Pegunungan Tengah, Benyamin Gurik membeberkan, dari pertemuan dengan mahasiswa, mereka meminta agar diberi waktu untuk menuliskan isi hati mereka terkait insiden rasisme, untuk kemudian nantinya disampaikan ke Gubernur.

“Semalam kami sudah berdiskusi bersama teman-teman mahasiwa yang telah pulang kembali ke Jayapura untuk kembali ke tempat kuliah mereka masing-masing di luar Papua, namun saat kami siapkan bus untuk menjemput mereka ikut dalam rapat hari ini, namun mereka menginformasikan kepada kami bahwa mereka belum siap, mereka masih menunggu teman-teman mereka yang lagi dalam perjalanan pulang ke Jayapura Papua, ” kata Gurik.

Sementara itu, Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengklaim, pihaknya terus berupaya untuk membangun komunikasi hingga para mahasiswa yang pulang dari sejumlah Kota studi ke Papua, siap untuk bertemu dengan Pemerintah Papua dan pihak terkait lainnya.

Yunus menilai satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah kepulangan mahasiswa Papua dari sejumlah Kota Studi adalah dengan duduk bersama mahasiswa itu sendiri.

“Jadi memang kita harap, kita pastikan kapan mereka bisa punya waktu bertemu Gubernur, DPR, MRP dan lainnya, baru kita bisa tahu. Sebab kondisi yang anak-anak hadapi itu hanya mereka yang tahu,” ujarnya.

Menurut Yunus Wonda, meskipun pertemuan untuk membahas masalah tersebut digelar hingga ratusan kali pun, tetap tidak akan mendapat solusinya selama mahasiswa Papua yang pulang itu tidak ikut berdialog.

“Kita sudah lakukan langkah-langkah untuk menyikapi masalah ini, tapi kan hari ini yang seharusnya mereka hadir namun malah mengembalikan undangan Gubernur Papua, artinya bagi mereka bahwa persoalan ini tidak sesederhana itu, ada persoalan yang dialami mereka.”

Ia pun menyatakan gelombang kepulangan mahasiswa Papua masih terus terjadi sampai sekarang, padahal seruan dan himbauan sudah dikeluarkan berbagai pihak.

Data terakhir yang diperoleh DPR Papua, lanjutnya, sekitar 1.200 mahasiswa yang sudah pulang ke Papua.

“Pusat tidak bisa melihat persoalan ini hanyadaerah saja, tapi ini masalah sangat krusial, dengan banyaknya anak-anak pulang ini akan menjadi sorotan dunia internasional,” katanya. (Andi/Frida)

Facebook Comments Box